More

    Hoekama Raja Kedai Nasi Goreng Malang

    Noor Fitriah

    Semangat Hoekama Adibrata untuk menjadi seorang wirausahawan terlecut sejak pertama kali masuk semester pertama di kampus Universitas Muhammadiyah, Malang, Jawa Timur, pada penghujung tahun 2005 lalu. Namun niatan itu baru terwujud tiga tahun kemudian. Bermodal nekat, remaja penggemar film silat ‘Kera Sakti’ itu mendatangi kawan dan tetangga di kanan-kiri kosan tempat tinggalnya untuk satu niatan; mencari utangan uang sebagai modal membuka usaha kedai nasi goreng.

    Perjalanan untuk memulai usaha tidak lah mudah. Bermodal uang Rp 27 juta, anak ke dua dari tiga bersaudara itu membeli gerobak nasi goreng dan segala bentuk perlengkapanya. Dengan uang itu pula ia menyewa lahan tempat pencucuian mobil sebagai tempat berbisnis. Ada 15 menu nasi goreng yang dijual, mulai dari nasi goreng jawa, ayam, jamur, daging dan nasi goreng sea food. Ia juga mewarnai menunya dengan aneka minuman dan makanan ringan, misalnya kentang goreng.

    - Advertisement -

    Pada tahun awal usaha, pendapatanya belum stabil. Omzet dagangan nasi goreng masih naik turun, antara Rp 4 sampai 7 juta per bulan. Penyebabnya, kedai nasi goreng masih baru, sehingga pelanggan yang datang ke sana pun masih jarang-jarang. Terlebih, di kota Malang bisnis nasi goreng sudah menjamur. Padahal, kata dia, biaya operasional usaha tidak lah kecil. Misalnya, untuk menggaji dua karyawan, dia harus menyiapkan uang Rp 3 juta setiap bulan. Belum lagi ditambah biaya cicilan modal, dan biaya belanja bahan-bahan.

    Sebagai mahasiswa yang merangkap pengusaha, kondisi itu jelas menyulitkan. Pikirannya terbelah, memilih melanjutkan kuliah, atau meneruskan bisnis dengan kondisi seperti itu.“Tapi karena sudah niat, ya, saya memilih melanjutkan bisnis dulu. Kalau bisnis selamat, kuliah bisa dilanjutkan,” .

    Langkah pertama yang ia ambil untuk menyelamatkan usahanya adalah dengan menggadaikan sepeda motor. Uang hasil gadai digunakan sebagai tambahan modal. Tak hanya itu, ia juga mulai menjual handphone, simpanan emas, komputer, dan sejumlah barang lainya. Rupanya di titik itu Hoekama menolak menyerah. Ia tetap ingin menyehatkan nafas bisnisnya.

    Maka bisnis nasi goreng dengan nama Nasi Goreng Cowboy (Masak Daging Asap) yang terletak di Jl. Sigura – gura Barat 32, Malang ia perbaiki terus-menerus.

    Setelah melakukan evaluasi, mahasiswa yang akrab disapa Bendol ini lantas menyadari, ada kelemahan dalam usahanya, yakni kurang promosi. Mulailah dia memutar otak. Untuk menggaet pelanggan dan memopulerkan usahanya itu, ia mulai membuat poster dan aneka brosur, lantas menyebarnya ke perempatan-perempatan jalan. Ia juga mulai memasang iklan gratis di situs jejaring sosial Facebook dan Twitter.

    Dari sana jumlah pengunjung yang datang ke kedai nasi gorengnya meningkat. Jika pada awal-awal tahun jumlah pengunjungnya tak lebih dari 10 orang saban hari, setelah promosi mulai gencar dilakukan pengunjung meningkat sekitar dua kali lipat. Bahkan pada hari-hari ramai, misalnya pada hari libur, jumlahnya melonjak hingga tiga kali lipat.

    “Beberapa kawan pengamen saya undang untuk memberi pementasan musik kecil-kecilan, biar pelanggan krasan,” kata Hoekama.

    Pada tahun ke dua usaha, tepatnya pada pertengahan 2009 lalu, pendapatan mulai stabil sebesar Rp 10 juta lebih per bulan. Tahun itu, Hoekama mulai berfikir memperluas bisnisnya. Ia lantas membuat banyak proposal penawaran usaha patungan untuk membuka kedai nasi goreng baru kepada sejumlah kawan. Dari banyak kawan, tidak semua tertarik. Hanya ada dua kawan dari Surabaya dan Kediri yang menyatakan tertarik menginvestasikan modal untuk bisnis itu.

    Namun, realisasinya pada 2010. Pada tahun itu,  dua cabang kedai nasi goreng dibuka di Surabaya dan Kediri.  Meski baru, tapi jumlah pengunjung sudah mulai ramai. Bendol mengelola sebagian besar manajemen usaha. Ia mempekerjakan dua orang di masing-masing kedai. Dua bisnisnya itu pendapatanya terus merangkak naik. Kini, dari tiga usaha kedai nasi goreng ia meraup keuntungan hingga Rp 26 juta per bulan. Keuntungan itu ia gunakan melunasi semua modal yang digunakan. Dia juga membiayai beberapa karyawanya hingga lulus menjadi sarjana.

    Bermula dari perbedaan cara pandang dengan orang tua ihwal dunia pendidikan, Hoekama memilih menyimpang, lantas menentukan jalanya sendiri.”Bapak ingin saya cepet lulus, biar cepat mendapat kerjaan yang baik. Tapi saya berpendapat kalau hidup ini penuh warna. Dan kita harus ikut mewarnainya. Mahasiswa yang kreatif bukanlah yang pintar mencari kerja, tapi justru yang mampu membuat lapangan kerja,” kata Hoekama.

    Hoekama, lahir pada 22 Maret 1986. Lelaki berbintang Aries ini anak ke dua dari pasangan Imam Bahrun dan Ana Habida. Bapaknya adalah seorang pegawai negeri sipil di Pengadilan Negeri. Sementara Ibunya seorang ibu rumah tangga biasa. Lulus SMA pada 2005, ia melanjutkan pendidikanya di Fakultas Hukum Unmuh, Malang. Meski usahanya cukup sukses, hingga kini ia masih belum menamatkan pendidikan stratanya.[]

     

    - Advertisement -

    2 COMMENTS

    1. alhamdulillah, tulisan ini telah mengukuir kenangan saya…. semoga semakin banyak intrepreneur muda di negri ini…

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here