More

    Keindahan Alam yang Semu

    Frino Bariarcianur

     

    Yoyoyogasmana menyuguhkan karya performance art "Fake Beauty" dalam rangkaian acara Forest Festival 2011 yang digelar Telapak di Aula RRI Jakarta, Minggu (27/11). FOTO : FRINO BARIARCIANUR

    Adakah yang bisa menggantikan keindahan alam yang natural? Dan bisakah manusia memperbaiki kerusakan alam itu? Ada sederet pertanyaan yang bisa kita lontarkan melihat kondisi alam saat ini.

    - Advertisement -

    Yoyoyogasmana, seniman pertunjukan asal Bandung, sudah berdiri di tengah Aula Radio Republik Indonesia. Ia meminta dua orang penonton untuk melilitkan tali ke tubuhnya. “Ayoo..kuat-kuat,” kata Yoyo, panggilan akrab Yoyoyogasmana. Penonton yang lain cermat melihat dua orang yang pelan-pelan akhirnya melilitkan tali ke seluruh tubuh Yoyo.

    Lalu ia meminta agar pentonton yang lain menyelipkan ranting-ranting pohon pada tubuhnya. “Bikin yang bagus ya,” kata Yoyo. Ia pun meminta penonton berjarak agar bisa melihat “komposisi” ranting-ranting yang telah diselipkan ke tubuhnya. Beberapa ada yang iseng menebarkan daun-daun kering di kepala Yoyo.

    Penonton melilitkan tali pada tubuh Yoyoyogasmana. FOTO : FRINO BARIARCIANUR

    Setelah tubuh Yoyo dipenuhi dengan ranting-ranting kering, alunan musik tradisional Sunda terdengar. Yoyo hanya bergerak pelan mengikuti musik. Ranting-ranting itu pun bergerak. Ke kiri juga ke kanan. Tubuh Yoyo dan ranting yang “menyatu” lewat tali tak bisa bergerak banyak. Nafas Yoyo mulai sesak. Setelah kurang lebih 20 menit terikat ia pun akhirnya jatuh.

    Begitulah penampilan Yoyoyogasmana yang berjudul “Fake Beuaty”.

    Seniman yang menggunakan medium tubuh sebagai media ungkap ini memang sering menggunakan tali dan juga ranting-ranting pohon. Keunggulannya ia mampu meletakkan konteks peristiwa dimana pertunjukkannya berlangsung. Bukan mengada-ada. Ia punya sederet alibi kenapa pertunjukkannya erat sekali dengan isu lingkungan yang menjadi titik perhatian para pengunjung Forest Festival 2011 yang diselenggarakan oleh Telapak di aula RRI Jakarta, 25-27 November 2011.

    Jelas Yoyo ingin menunjukkan betapa manusia memang tak bisa lepas dari lingkungan. Alam. Ia tunjukkan secara sederhana lewat penonton yang mendekorasi tubuhnya dengan ranting-ranting pohon mati. Disatukan lewat tali. Jika visual itu terlihat indah, sesungguhnya yang terlihat indah itu menyimpan rasa sakit yang luar biasa.

    Begitulah alam kita.

    Kerusakan alam yang terjadi di Sumatera, Kalimantan, Papua juga pulau-pulau lainnya di Indonesia, katanya untuk kesejahteraan manusia, tak pernah terbukti secara jelas. Puluhan ribu bahkan ratusan ribu hektar hutan dibabat demi mimpi indah manusia menjadi kaya dan sejahtera. Semuanya seperti tong kosong. Manusia pun menjadi sakit dibuatnya. Jika hujan datang maka menjadi banjir, jika kemarau tak ada air. Tapi keindahan hidup yang ditawarkan dari pembabatan hutan itu hingga saat ini masih berlangsung.

    Persoalan-persoalan ini Yoyo tunjukkan lewat tubuhnya. Tubuh yang sakit.

    Menurut Yoyo, Fake Beauty sebuah doa untuk bersama-sama menata dan meniti kebersamaan nilai-nilai yang dikembalikan kepada kecerdasan untuk bermain ilmu yang berpangkal dari rasa peduli dan nilai-nilai rasa.

    Yoyogasmana akhirnya jatuh dan sulit bernafas. FOTO : FRINO BARIARCIANUR

    “Jangan salah melihat dengan mata, jangan salah mendengar lewat telinga, jangan salah mengecap dengan mulut dan jangan pula hidung salam mencium, rasa,” kata Yoyo.

    Yoyo kini bukanlah seorang seniman yang memfokukskan hidup dalam medan sosial seni di Indonesia. Intensitasnya berkurang. Ia lebih banyak “berdiam diri” bahkan berkontempelasi di desa Ciptagelar, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Di tempat itu, ia belajar total bagaimana rasanya menjadi orang Ciptagelar. Bukan hal yang mudah bagi seseorang yang telah melanglang buana ke berbagai negara. Ia telah memilih, melanjutkan hidup dengan kearifan lokal Ciptagelar demi menjawab persoalan-persoalan alam sekitar.

    Bayangkan jika tak ada yang mau membantu Yoyo melepaskan ikatan pada tubuhnya, bisa jadi ia akan terus tergeletak dan kehabisan nafas. Beberapa aktivis lingkungan sigap membantu Yoyo.Mungkin begitulah bentuk kepedulian kita—yang paling sederhana—untuk menciptakan keseimbangan alam yang sesungguhnya, bukan fake beauty bukan pula basa-basi. Segera lakukan. []

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here