More

    Galeri Kampus Harus Tanggap Persoalan Seni

    Frino Bariarcianur

    Galeri kampus tidak boleh berhenti menjadi acara pameran semata, tetapi harus bisa mengolah, memberdayakan dan menghasilkan pengetahuan dari karya seni yang dipamerkan. FOTO ILUSTRASI JOGJANEWS

    Seniman alumni Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta menggelar pameran seni rupa bertajuk “Documenting Now : Person to Person” di UPT Galeri ISI Yogyakarta, Jl. Parangtritis Km. 6,5 Yogyakarta. Sebuah pameran di galeri kampus yang menjawab persoalan seni saat ini?

    Dalam proses berkarya seniman tidak hanya mengajukan tema-tema tentang hari ini yang menjadi dasar pemikiran berkarya, namun mencoba mengundang publik untuk membahas soal  “trend” dalam kehidupan sehari-hari.

    - Advertisement -

    Pameran seni rupa “Documenting Now : Person to Person” mengundang seniman yang konsisten menjalani kesenimanan secara utuh dan berhasil mencapai prestasi. Mereka adalah Entang Wiharso,  Nasirun, Jumaldi Alfi, Putu Sutawijaya, S. Teddy D., Angki Purbandono, Dunadi, Noor Ibrahim, Lembaga Budaya Taring Padi, Samuel Indratma, Pupuk DP., dan Stefan Buana.

    Para seniman berkarya dengan medium yang beragam. Ada karya fotografi, desain, pertunjukkan, instalasi, patung-patung yang besar, dan lukisan.

    Mikke Susanto dalam kuratorial pameran menyatakan bahwa seniman yang diundang adalah seniman yang tidak memiliki “jam kantor”, “kerja” mereka tidak hanya berdekatan dengan material berkarya, tapi juga memiliki kesadaran yang pada kreativitas berpikir dan mengambil pelajaran dari peristiwa sehari-hari.

    Dengan diundangnya sejumlah alumni ISI Yogyakarta ini, menurut Mikke, bertujuan edukatif kepada mahasiswa yang tengah mengeksplorasi dunia seni rupa. “ Para mahasiswa dapat mengambil kesimpulan sendiri atas kabar yang disampaikan oleh narasumber aslinya,” kata Mikke.

    Sujud Dartanto, salah satu dosen ISI Yogyakarta sangat mendukung dan mengapresiasi pameran ini. Menurutnya sudah lama kiprah alumni hanya terbaca dikatalog-katalog, tapi tidak bisa diliat langsung di’kandang sendiri’. Pameran ini memberikan stimulus yang positif bagi mahasiswa seni tidak hanya di ISI Yogyakarta.

    Lebih lanjut Sujud berpendapat bahwa peran sebuah galeri kampus adalah berpihak pada produksi pengetahuan. “Galeri kampus tidak boleh berhenti menjadi acara pameran semata, tetapi harus bisa mengolah, memberdayakan dan menghasilkan pengetahuan dari karya seni yang dipamerkan.” Produksi pengetahuan yang dihasilkan oleh galeri kampus bisa menyegarkan bahan ajaran menyegarkan kurikulum hingga terjadi simbiosis yang diharapkan.

    Dengan situasi seni rupa Indonesia yang tengah mengalami krisis pengetahuan, galeri kampus harus tanggap terhadap persoalan-persoalan dunia seni.

    “Seni rupa Indonesia sedang krisis produksi pengetahuan. Galeri kampus perlu sadar atas posisi dan peran dirinya. Galeri kampus perlu tanggap dan menjawab krisis itu,” ungkap Sujud saat dihubungi KabarKampus lewat facebook, Rabu siang (28/12).

    Selain itu menurut Sujud galeri kampus seni bukan galeri promosional, sebagaimana yang lazim dilakukan galeri dalam konteks pasar, tetapi galeri kampus memandang karya yang dipamerkan sebagai sebuah objek kajian bersama. “Dimana lagi bisa melakukan ini? kecuali kita bisa berharap di galeri kampus,” kata Sujud.

    “Yang ingin diketahui, setidaknya bagi civitas akademika adalah mendengar pengalaman atas proses kreatif, mendengar rekonstruksi proses kreatif dari seniman secara langsung,” kata Sujud.

    Mikke pun berharap pameran yang dibuka sejak 20 Desember 2011 hingga 5 Januari 2012 mendatang tidak saja berguna bagi mahasiswa dan dosen ISI Yogyakarta, namun juga bagi perkembangan hubungan yang bersifat eksternal kampus.

    “Semoga pameran ini semakin mengokohkan peran akademi seni sebagai salah satu ujung tombak penting dalam perkembangan seni rupa kontemporer dunia,” kata Mikke. []

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here