More

    Mengembalikan Jatidiri Gerakan Mahasiswa

    Prabowo Setyadi

    Lembaga Kajian Independent dan KM-ITB menyelenggarakan diskusi tentang gerakan mahasiswa bertema “Mengembalikan Jatidiri Gerakan Politik Mahasiswa. Demonstrasi VS Kepentingan Politik” di ITB Bandung (17/12) FOTO : PRABOWO SETYADI

    BANDUNG, KabarKampus—Setelah peristiwa bakar diri Sonda Hutagalung dan aksi solidaritas mengenang Sondang, bagaimana menyikapi gerakan mahasiswa saat ini yang juga dinilai tidak solid dan cenderung bergerak masing-masing?

    Mencermati peristiwa ini, Lembaga Kajian Independent dan KM-ITB menyelenggarakan diskusi tentang gerakan mahasiswa bertema “Mengembalikan Jatidiri Gerakan Politik Mahasiswa. Demonstrasi VS Kepentingan Politik” di Kampus ITB Bandung RSG Planologi lantai 6, Gedung Labtek IX-A ITB, Bandung, Sabtu. (17/12).

    - Advertisement -

    Diskusi diisi oleh pembicara Tizar Bijaksana (Presiden KM-ITB), Syahganda Nainggolan (Direktur Sabang-Merauke CIRCLE, Mantan Wakil Sekjen ICMI 2005-2010), dan AKBP Trunoyudo Wisnu Andiko (Kasubdit 2 Dit Intelkam Polda Jabar).

    Dalam diskusi Tizar Bijaksana mengatakan bahwa gerakan politik mahasiswa muncul karena mahasiswa berfikir independent dibandingkan dengan elit-elit politik. Tetapi tidak solidnya gerakan mahasiswa saat ini juga harus disikapi dengan serius  sampai terjadinya peristiwa bakar diri Sondang Hutagalung.

    Tizar juga mengatakan ketidaksolidan gerakan politik mahasiswa saat ini juga dikarenakan belum berubahnya penyampaian aspirasi mahasiswa yang masih bersifat radikal.

    “Gerakan Sosial Politik tidak akan ditinggalkan oleh mahasiswa-Mahasiswi ITB. Tetapi sudah saatnya ada perubahan dalam gerakannya. Harus ada refleksi kritis. Kalau itu tidak ada takutnya mahasiswa menjadi inti masalah. Bukan sebagai penyelesai masalah,” kata Tizar.

    Tizar juga menambahkan, bahwa tidak bisa dipungkiri dari masing-masing kita punya persepsi sendiri tentang idealisme. Tetapi dengan perbedaan persepsi itu harusnya mahasiswa bersatu. Tidak bergerak sendiri-sendiri.

    Syahganda Hutagalung melihat gerakan mahasiswa yang terpecah karena tidak memahami arti Bhinneka Tunggal Ika. Seharusnya menurut Syahganda, gerakan mahasiswa itu seperti arti dari Bhinneka Tunggal Ika. Berbeda-beda tapi tetap satu.

    “Kematian itu sesuatu yang pasti. Bisa dimana saja. Tetapi bagaimana caranya kematian ini menjadi penting. Hidup itu harus punya arti. Kita juga patut menghargai apa yang sudah Sondang Hutagalung lakukan. Ya harus solid,” kata Syahganda.

    Syahganda juga memaparkan gerakan mahasiswa itu bisa dimulai dari melakukan aksi menentang Ketua Jurusan. Bukan melawan Soeharto. Dengan kata lain kalau didalamnya sudah solid maka untuk melakukan gerakan keluar juga bakalan solid. Karena sudah terjalinnya komunikasi yang baik antar aktivis kampusnya sendiri.

    “Karena jaman saya dulu sulit untuk mahasiswa menemukan ruang berkumpul dan berdiskusi meskipun itu di kampusnya sendiri. Semua terjadi dengan nyata. Berbeda dengan sekarang yang sudah berpindah ke dunia maya yang bersifat cepat. Seharusnya itu menjadi suatu kemudahan mahasiswa untuk menjadi solid kembali.”

    Selain menyikapi gerakan mahasiswa saat ini, Syahganda juga mengomentari apa yang telah Sondang Hutagalung lakukan dengan bakar diri.

    “Tidak ada mahasiswa yang melakukan gerakan tanpa kesadaran. Meskipun itu tidak bisa menjawab apa yang mahasiswa inginkan.”

    Sedangkan AKBP Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan, semua elemen masyarakat tidak perlu harus memiliki izin untuk berdemonstrasi. Tetapi hanya wajib memberikan pemberitahuan kepada aparat keamanan, yaitu polisi.

    Apa yang sudah terjadi sampai saat ini tentang polisi yang menjadi penyebab ricuhnya tiap aksi demonstrasi adalah adanya mission oriented dari polisi untuk mengamankan dan memastikan keamanan aksi demonstrasi tersebut.

    “Ada baiknya elemen masyarakat yang melakukan aksi demonstrasi juga tidak melakukan tindakan-tindakan radikal yang bisa merugikan orang lain.”

    Dari diskusi ini diharapkan gerakan mahasiswa Indonesia tidak terpecah-belah. Tapi dari peristiwa aksi bakar diri Sondang Hutagalung, mahasiswa harus merumuskan kembali pola perjuangannya agar lebih solid dan tidak kehilangan orientasi.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here