More

    Pemerintahan SBY Belum Demokratis

    Donny Gahral Adian. FOTO : AHMAD FAUZAN

    Donny Gahral Adian, Dosen Filsafat Politik Univeristas Indonesia, banyak dibicarakan sebagai filsuf masa depan Indonesia. Ia banyak menulis soal demokrasi baik dalam bentuk buku, jurnal ilmiah, dan artikel di media massa. Karyanya antara lain: Demokrasi Kami, Reradikalisasis Demokrasi, Mengingatkan Demokrasi, Setelah Marxisme dan sebagainya.

    Ahmad Fauzan, jurnalis KabarKampus.com berkesempatan mewancarainya saat diskusi “Anti Kekerasan: Utopia atau Niscaya” yang diselenggarakan Jurusan Kriminologi UI, Depok, 22 Desember 2011. Berikut petikan wawancara yang menyoal Pemerintahan SBY saat ini.

    Bagaimana Anda melihat aksi bakar diri mahasiswa di depan Istana?

    - Advertisement -

    Kekekerasan terhadap diri sendiri itu adalah  kekerasan ekpresif, kekerasan dalam diri sendiri dalam konteks mengekpresikan sesuatu, protes terhadap pemerintah, protes terhadap ketidakadilan, dan sebagainya, tapi sekali lagi itu adalah bentuk kekerasan terhadap diri sendiri untuk menyampaikan sesuatu.  Kekerasan itu selalu tidak bisa dipisahkan dari makna, dia selalu dipakai untuk menyampaikan makna atau  pesan kepada publik.

     

    Mengapa hal itu bisa terjadi di negara demokrasi?

    Kalau saluran komunikasinya lancar tidak ada masalah, namun bila kita melihat ada orang yang melakukan kekerasan terhadap dirinya sendiri untuk menyampaikan aspirasinya berarti  komunikasinya macet, dimana macetnya, kenapa sampai  demikian. Kekerasan seperti itu biasanya hanya terjadi  di negara totaliter, karena tidak ada koridor komunikasi, tidak ada saluran komunikasi.

     

    Bukankah pemerintahan SBY cukup demokratis?

    Kalau pemerintahan demokratis artinya ini tidak harus terjadi, namun bila hal itu terjadi, logikanya dibalik, kenapa di negara demokratis bisa terjadi seperti itu, kenapa bisa terjadi bakar diri di tengah pemerintahan yang demokratsi, berarti ada  sesuatu yang begitu problematis  yang mungkin  tersembunyi dibalik kedok atau citra demokratis dari pemerintahan SBY,  jadi  tampilan luarnya demokratis tapi mungkin di dalamnya  tidak.  Ini yang membuat kekecewaan-kekecewaan itu menumpuk dan memuncak pada peristiwa itu.

     

    Lalu apa itu demokrasi?

    Kalau demokrasi diukur dari pemilihan langsung,  diukur dari ketiadaannya konflik pasca pemilihan itu oke, namun kita masih melihat bagaimana  konflik horisontal masih terjadii dimana mana, Bagaimana Papua masih berusaha mendapatkan hak sosial ekonominya, ini indikator yang tidak prosedural, yang masih belum dicapai oleh SBY. Masih ada persoalan RMS,  persoalan gerakan pengacau keamanan OPM, dan sebagainya. Demokrasi itu bukan hanya sekedar prosedur, bukan hanya pemilihan umum, namun mendistribusikan kesejahteraan sehingga setiap orang punya akses yang sama terhadap sumber daya ekonomi, itu yang belum terjadi.  Dan ini indikator yang subtansial daripada sekedar pemilihan umum. Pemerintahan yang dipilih secara demokratis belum tentu pemerintahan ini berkeadilan sosial. Soal keadilan dan demokrasi adalah dua hal yang berbeda.

     

    Belum cukup demokratiskah  pemeritahan SBY?

    Lihat darimananya,  tampilan muka atau subtansinya?  Kalau melihat  apa yang dicitrakan dia, ya.  Namun kalau melihat bagimana kesenjangan ekonomi yang masih cukup lebar, dan kalau melihat dari subtansinya saya kira belum.

     

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here