More

    Pertemuan Awal Undergound di Alun-alun Ujungberung

    23032013 ALUNALUN Ujungberung

    Prabowo Setyadi

    Banyak pabrik-pabrik di daerah Ujungberung dan banyak pula sawah-sawahnya. Ujungberung adalah sebuah daerah di pinggiran Kota Bandung dengan dua karakter warganya yang saling berdampingan, petani dan buruh pabrik.

    - Advertisement -

    Kesenian tradisionalnya adalah benjang, kacapi suling, pencak silat, angklung, dan bengberokan. Sedangkan yang modernnya adalah musik underground yaitu musik metal. Ada Jasad, Necromancy, Funeral, Toxic, dan Burgerkill.

    Eben sebagai frontman di Burgerkill yang juga berasal dari Ujungberung mengatakan, jaman dulu di Ujungberung itu masih ortodok. Banyak ibu-ibu yang jalan bersama-sama menuju mesjid. Kultur sundanya masih kuat. Dan kurang bersahabat dengan kultur musik metal.

    Itu dulu….

    “Kalo kita sih di Burgerkill mikirnya apa yang terjadi di sekitar kita ya kita refleksikan dengan cara yang seharusnya. Kita sadar kita tinggal di lingkungan agamais dan industri. Kerjaannya kita malah nongkrong. Tapi kita baik-baik saja.”

    Ana-anak muda yang nongkrong di komunitas underground ada yang bekerja di pabrik, terminal sampai kuliah. Wilayah pinggiran yang diapit pasar, terminal dan pabrik-pabrik ini tak ditepis Eben membentuk karakter anak muda Ujung Berung.

    “Kalo mau dibilang keras, ya Ujungberung memang keras. Sedikit-sedikt ribut, berantem. Bisa dibilang mengerikan.” ungkap Eben.

    Namun saat ada kegiatan RT, anak-anak muda ini berbondong-bondong ikut gotong royong kerja bakti. Mereka juga aktif jika ada acara menyambut HUT Kemerdekaan 17 Agustus. “Tetap bersinergi dengan masyarakat,” ujar eben.

    Soal karakter musik dan anak-anak Ujung Berung ini, Meggy May, manajer Jeruji dan Nemesis punya pendapat agak berbeda.

    ”Ujung berung banyak pabrik dan sawah-sawah. Sama seperti di daerah Rancaekek, dan Cijerah. Kalau mereka tinggal di kawasan sejuk. Tentu mereka menciptakan lagu-lagu cinta. Berhubung lingkungannya keras, ya yang keluarnya musik-musik keras. Padahal hatinya sama seperti orang kebanyakan. Dengan lingkungan sosial yang seperti itu ya mereka merespon keadaan masyarakatnya sendiri,” ujar Meggy berfilosofi.

    “Mereka berusaha sendiri. Mereka tidak melihat dunia luar. Mau musim ska, hardcore, punk, melodic core-lah. Tapi kami tetap metal.” papar Robi Kwarto, salah satu Homeless Crew Ujungberung yang mantan gitaris Jeruji dan Beside.

    Hidup di jaman itu seperti “the others”-yang lain, karena dianggap tidak sama. Tapi dengan kegigihan mereka, komunitas ini terus bergerak mengisi ruang-ruang kesenian diantara benjang dan angklung. Mereka mengisi acara musik 17 Agustus di alun-alun Ujung Berung. Mereka bisa manggung kalau acara utamanya belum mulai, dari pagi hingga sore.

    Acara Bandung Berisik yang kini selalu dinanti puluhan ribu underground bermula dari sini. Propaganda mereka mengena tepat di jantung hati anak muda Ujung Berung. Berdenyut kuat hingga sekarang.

    Dari pinggiran sebelah Timur kota Bandung inilah anak-anak Ujung Berung menginvasi, seperti desa mengepung kota, dengan satu niat, me-METAL-kan kota Bandung.[]

    - Advertisement -

    2 COMMENTS

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here