More

    20 Tahun Mengabdi di PDS HB Jassin Dengan Penghasilan Pas-pasan

    Ahmad Fauzan Sazli

    Agung Trianggono, bekerja atas nama cinta di PDS H.B Jassin. FOTO : FRINO BARIARCIANUR
    Agung Trianggono, bekerja atas nama cinta di PDS H.B Jassin. FOTO : FRINO BARIARCIANUR

    Sore di Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) H.B Jassin tak ada pengunjung. Meja baca dan kursinya yang berjumlah 75 buah terlihat bersih dan rapih. Waktu menunjukkan pukul 15.00. Di buku tamu hanya terlihat sebelas nama yang tercatat sebagai pengunjung.

    Di tempat inilah seorang redaktur bahasa Balai Pustaka mencurahkan seluruh kecintaannya terhadap dunia sastra. Ia dikenal sebagai “Paus Sastra Indonesia”. Istilah ini menunjukkan bahwa HB Jassin adalah seorang yang dianggap paling tahu mengenai perkembangan sastra dari zaman ke zaman. H.B Jassin adalah telaga bening bagi siapa pun yang ingin meneguk khasiat sastra. Ia membangun tempat ini setahap demi setahap sejak tahun 1933. Barulah pada tanggal 30 Mei 1977 Pusat Dokumentasi Sastra H.B Jassin diresmikan oleh Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin.

    - Advertisement -

    “Semoga berguna bagi nusa, bangsa, dan negara,” tulis Ali Sadikin saat meresmikan PDS H.B Jassin waktu itu.

    Pusat Dokumentasi Sastra H.B Jassin letaknya tersembunyi di kompleks Taman Ismail Marzuki, Jalan Cikini Raya, Jakarta. Posisinya yang tersembunyi ini membuat harta karun sastra Indonesia seakan tak penting lagi. Para mahasiswa pun terhitung jarang berkunjung apalagi yang ingin magang. Bahkan beberapa waktu lalu, PDS sempat diterpa isu akan ditutup karena kekurangan biaya. Untunglah tak terjadi.

    Andaikan itu terjadi, tentu saya tak bisa menginjakkan kaki di ruangan kerja Paus Sastra Indonesia ini.

    Saya datang saat menjelang tutup. Lalu bertemu dengan Pak Agung Trianggono, bagian Pengolahan Data. Agung yang berusia 43 tahun ini merupakan satu-satunya karyawan di bagian pengolahan data. Orangnya enak diajak ngobrol.

    Sehari-hari Agung melakukan penyortiran terhadap berbagai karya sastra seperti  puisi, cerpen, essai, dan juga pembicaraan buku sastra yang ada di surat kabar. Kemudian ia mengkliping lalu menyusunnya di atas rak yang ada di perpustakaan peninggalan HB. Jassin. Ada puluhan rak tersusun rapi. Di tiap rak terdapat ribuan folder. Ini adalah metode pengarsipan HB Jassin yang khas. Untuk melakukan pekerjaan ini syaratnya tak banyak, yakni dengan cinta.

    Sore itu, dengan ramah Agung mengajak saya berkeliling PDS H.B Jassin untuk melihat koleksi. Kepada KabarKampus ia memperkenalkan sejumlah koleksi yang ada.

    “Kalau map kuning isinya biografi, map biru isinya novel, puisi, cerpen dan cerita bersambung. Sementara kalau map merah isinya essai.”

    Saat ini koleksi PDS H.B Jassin memiliki hampir 450 ribu judul koleksi. Seratus lima puluh ribu judul  adalah koleksi yang sudah diolah dan tersusun di rak. Sementara 200 ribu koleksi lainnya masih belum diolah. Agung sendiri telah bekerja di PDS H.B. Jassin sejak tahun 1991. Saat itu usianya masih 20 tahun. Dengan pengalaman tersebut ia sangat hafal dengan koleksi karya sastra yang ada di tiap rak PDS H.B Jassin.

    Agung Trianggono diantara tumpukan koran tua. FOTO ; FRINO BARIARCIANUR
    Agung Trianggono diantara tumpukan koran tua. FOTO : FRINO BARIARCIANUR

     

    Agung mengaku jatuh cinta dengan pekerjaanya. Kecintaanya tersebut itulah yang membuatnya bertahan selama lebih dari 20 tahun. Tak hanya Agung, seluruh karyawan di H.B Jassin telah bekerja di  atas 20 tahun.

    Namun, meski  telah bekerja 20 tahun  Agung masih memperoleh gaji di bawah UMR Jakarta. Dengan gaji tersebut Agung harus menanggung dua anaknya yang masih baru masuk kuliah yakni Agista Adila Zahrani, mahasiswi di salah satu Perguruan Tinggi di Jakarta dan Ripko yang duduk di bangku SMP. Tak hanya itu setiap hari juga Agung harus mengeluarkan ongkos dari Bekasi menuju Cikini Jakarta Pusat.

    Perpustakaan yang  berada di bawah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ini memiliki sebanyak 14 karyawan.  Lima diantaranya berstatus Pegawai Negeri Sipil. Sementara sembilan lainnya  berstatus Honor dengan gaji di bawah UMR.

    Agung dan delapan karyawan lainya sudah berusaha mengajukan diri sebagai PNS. Namun entah kenapa belum ada kejelasan dari Pemrov DKI Jakarta mengenai keinginan mereka tersebut.

    “ Kami ingin jadi PNS agar kami lebih sejahtera, namun sepertinya sulit,” kata Agung.

    Sore itu selain menunjukkan koleksi buku dan kliping, Agung juga menunjukkan “master” buku para sastrawan Indonesia yang masih bertuliskan tangan. Ada buku “Merahnya Merah” karya Iwan Simatupang, “Atheis” karya Achdiat Karta Mihardja, dan sejumlah buku tua yang diketik diantaranya “Balada Becak” karya Y.B Mangunwijaya. Buku-buku masih tersimpan rapi dan terawat dalam sebuah kotak kaca. Buku-buku tersebut merupakan sekian banyak harta karun sastra Indonesia yang berharga.

    Berikutnya Agung mengajak saya melihat ribuan tumpukan koran yang telah menguning yang belum diolah. Jika di ruangan dokumentasi tertata rapi maka ruang pengolahan khusunya di lantai masih berantakan. Koran-koran tersebut bertarik antara tahun 60-an dan 70-an. Koran-koran tua yang berserakan itu yang masih menjadi pekerjaan harian Agung. Isi dari koran-koran yang merupakan karya sastra akan dipilih dan  dikliping kemudian dimasukkan ke dalam rak.

    “Seperti inilah PDS H.B Jassin,” Agung. []

     

    - Advertisement -

    1 COMMENT

    1. Selamat siang. Saya ingin bertanya
      Apakah admin mengetahui alamat email atau no. telpon Pusat Dokumentasi HB Jassin?
      Kalau tahu mohon menginformasikan kepada saya. Terinkasih

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here