More

    Guru Besar UGM Usulkan Bukan Parlemen yang Bahasa RKUHP

    A. Fauzan

    Diskusi Prospek Politik Hukum dan Pemberantasan Korupsi Pasca Pemilu 2014. Foto. UGM
    Diskusi “Prospek Politik Hukum Pemberantasan Korupsi Pasca Pemilu 2014. Foto. UGM

    YOGYAKARTA, KabarKampus – Pembahasan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) seharusnya tidak perlu dilakukan dengan tergesa-gesa. Soalnya untuk membahas sedikitnya 700 pasal pada KUHP tidak bisa dilakukan gegabah namun membutuhkan sikap kenegarawan dengan kompetensi para ahli hukum yang mumpuni serta tidak terlibat dalam kepentingan politik.

    Hal tersebut disampaikan Prof. Dr. Eddy OS Hiarej. Guru Besar Hukum Pidana UGM dalam Diskusi Publik ‘Prospek Politik Hukum Pemberantasan Korupsi pasca Pemilu 2014, di kampus UGM, Rabu, (20/08/2014).

    - Advertisement -

    “Belanda saja mengubah aturan hukum mereka butuh waktu sekitar 70 tahun. Saya pesimis parlemen bisa hasilkan KUHP yang ideal,” ungkapnya.

    Eddy menjelaskan, kitab hukum pidana Indonesia merupakan hasil peninggalan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda. Sementara di Belanda sendiri waktu itu mengadopsi dari hukum Perancis. Negara Perancis sendiri, hukum pidana mereka berkiblat dari hukum Romawi.

    Oleh karena itu, Eddy mengusulkan agar pembahasan ini sebaiknya tidak dilakukan oleh anggota parlemen namun perlu dibentuk sebuah komisi khusus yang berisi para pakar. Jika tidak, maka yang terjadi bukan substansi yang dibahas melainkan kegiatan transaksional terkait jual beli pasal.

    Eddy bahkan mensinyalir tidak menutup kemungkinan pembahasan RKUHP ini juga bisa mengarah pada kegiatan transaksional yang berindikasi pada tindak pidana korupsi. “Yang terjadi di Indonesia selama ini, korupsi dimulai mulai dari saat pembentukan sebuah Undang-undang,” terangnya.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here