More

    UU ITE Adalah Pola Orang Berkuasa Untuk Menekan Netizen

    Mega Dwi Anggraeni

    Wisni, salah satu korban UU ITE sedang membacakan pledoi atau pembelaan dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Kamis (26/2/2015). Wisni hanya satu dari puluhan netizen didakwa dengan menggunakan Pasal 27 ayat 3 tentang pencemaran nama baik.
    Wisni, salah satu korban UU ITE sedang membacakan pledoi atau pembelaan dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Kamis (26/2/2015). Wisni hanya satu dari puluhan netizen didakwa dengan menggunakan Pasal 27 ayat 3 tentang pencemaran nama baik. FOTO : MEGA

    BANDUNG, KabarKampus – Undang-undang tentang Informasi dan Transasi Eletronik (ITE) terus memakan korban. Penyumbang terbesarnya adalah Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008.

    Dari 78 kasus pelaporan yang terjadi sejak 2008 hingga 2014 lalu, Koalisi Internet Tanpa Ancaman mencatat 46 pelapor menjerat netizen (pengguna internet) dengan Pasal 27 ayat 3. Pasal itu menyebutkan: Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.”

    - Advertisement -

    Salah satu contoh kasusnya menimpa Arsyad di Makassar. Gara-gara status BBM-nya yang mengatakan “jangan pilih adik koruptor” selama masa pemilihan calon bupati/walikota Makassar, dia dijerat pasal 27 ayat 3 UU Nomor 11 Tahun 2008. Arsyad juga harus merasakan dinginnya tembok penjara selama 20 hari.

    Kasus terakhir terjadi di Bandung pada 2011 lalu ketika Wisni menjalin komunikasi dengan Nugraha melalui fasilitas chatting di media sosial Facebook. Percakapan tersebut diketahui suaminya, Haska,  yang kemudian membobol Facebook  Wisni, mencetaknya dan menggandakannya. Pada 2014, Haska melaporkan Wisni ke Polda Jabar dengan tuduhan mendistribusikan dan mentransmisikan kalimat atau bahasa yang bersifat asusila.

    Damar Julianto, anggota Koalisi Internet Tanpa Ancaman melihat Pasal 27 UU ITE merupakan bentuk pola yang digunakan oleh orang yang lebih kuat untuk menekan mereka yang bukan siapa-siapa. Contoh kasus di Bandung antara suami yang kuat dengan istri yang tidak memiliki perlindungan.

    “Dasyatnya, pencemaran nama baik dalam UU ITE lebih parah jika dibandingkan KUHP,” katanya. Dalam KUHP, pelaku pencemaran nama baik hanya mendapat kurungan penjara selama sembilan bulan atau denda sebesar empat ribu lima ratus rupiah. Sementara pelaku pencemaran nama baik UU ITE bisa didenda hingga satu miliar rupiah atau dikurung selama enam tahun.

    Dari sejarahnya, UU ITE direncanakan untuk melindungi transaksi dan penyebaran data internet lantaran mulai maraknya perdagangan online. Rumusan UU ITE tersebut dibentuk oleh dua kelompok dari dua universitas, UI dan ITB. Keduanya memiliki tugas yang berbeda. ITB lebih fokus pada informasi elektronik sementara UI fokus pada transaksi elektronik. Kedua draft itu disatukan hingga menjadi UU ITE.

    “Setelah disahkan, muncul Pasal 27 itu yang mengacu pemerasan dan ancaman, pencemaran nama baik, serta melanggar kesusilaan,” jelasnya.

    Pasal inilah yang kemudian membuat sejumlah netizen khususnya pengguna media sosial terjerat kasus hukum. Menurut Damar, dari sejumlah media sosial, Facebook merupakan media yang paling rentan. “Biasanya Facebook yang paling mengundang, bahkan percakapan di inbox pun bisa dikasuskan,” katanya.[]

     

     

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here