More

    Dosen Unpad : Menentang Ekonomi Global Adalah Jalan yang Salah

    Mega Dwi Anggraeni

    Ilustrai. Pemukulan Gong KAA. Foto : Prabowo Setyadi
    Ilustrasi. Pemukulan Gong KAA. Foto : Prabowo Setyadi

    BANDUNG, KabarKampus– Memusuhi, menolak, dan melawan sistem  bukan langkah tepat untuk menghadapi ekonomi global. Terlebih negara adikuasa masih mendominasi sistem perekonomian dunia. Meski dalam sejarahnya, Konferensi Asia Afrika dibentuk untuk melawan bentuk kolonialisme dan imperialisme.

    Semangat yang tercipta pada tahun 1955 di Gedung Konferensi Asia Afrika, Jalan Asia Afrika Bandung itu memang seolah menguap. Anggapan itu pun muncul dalam Diskusi Publik 60 Tahun KAA: “Memahami Kerjasama Selatan-Selatan Dan Dampaknya Terhadap Rakyat Indonesia” di Aula Fakultas Hukum Unpad, Jalan Dipatiukur, Bandung. Semangat KAA yang sekarang hanya sekadar perayaan untuk mengenang cita-cita yang ditanamkan oleh 29 negara dan dirumuskan dalam Dasasila Bandung, Jumat, (27/03/2015).

    - Advertisement -

    Dominasi yang dilakukan oleh Amerika Serikat memang menciptakan ketimpangan sistem perekonimian dunia. Salah satu negara yang terkena imbasnya adalah Indonesia, meski perekonomian di Indonesia mengalami pertumbuhan pesat.

    Arief Anshori Pakar Ekonomi Unpad menilai pertumbuhan ekonomi tidak selalu disertai dengan pengentasan kemiskinan. Meski pertumbuhan ekonominya menduduki peringkat ketiga di dunia, tetapi kemiskinan di Indonesia tidak hilang.

    “Yang terjadi malah timpang, banyak yang stress. Misalkan Bandung, nanti setelah Hotel Pullman jadi, pedagang-pedagang yang sudah bertahun-tahun jualan di Gasibu pasti digusur,” katanya.

    Bandung menjadi salah satu kota di Indonesia yang mengalami ketimpangan itu. Arief memprediksi dua kemungkinan yang akan terjadi di Bandung selama beberapa tahun kedepan. Yang pertama, Bandung akan berubah menjadi Gotham City, dengan pertumbuhan ekonomi pesat, tapi kekacauan di mana-mana. Yang kedua, Bandung akan berubah menjadi seperti Beverly Hills dengan gaya hidup warganya yang menggila.

    Menurut Arief yang terjadi pada perekonomian di Indonesia adalah, kondisi pasar yang terpecah-pecah sehingga tidak bersinergi dengan ekonomi global. Dia memberi contoh, telepon pintar yang diproduksi oleh mega perusahaan milik Steve Jobs.

    “iPhone, ada 75 pabrik di Amerika, 330 pabrik di Cina, dan ratusan pabrik lain yang tersebar di beberapa negara. Indonesia? Tidak ada pabrik iPhone di sini. Riset membuktikan, negara-negara yang berkembang pesat adalah negara yang mengikuti global value change,” jelasnya.

    Artinya, lanjut Arief, menentang sistem pasar dan ekonomi global adalah jalan yang salah, terlebih jika negara tersebut tidak memiliki apa-apa. Yang perlu dilakukan adalah mengelola sistem pasar supaya bisa bersinergi dengan ekonomi global.

    “Ketika sudah bersinergi dengan baik, global value change akan membuat kita lebih inovatif karena kita bisa mentransfer teknologinya, seperti yang dilakukan Cina dan Jepang,” katanya

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here