More

    Kongres Pancasila VII Rekomendasikan Lembaga Khusus Pendidikan di Kawasan Perbatasan

    Res Mineke Kin Kaori - Sepulang Sekolah
    Ilustrasi : Res Mineke Kin Kaori – Sepulang Sekolah

    YOGYAKARTA, KabarKampus – Kongres Pancasila VII telah digelar di kampus Universitas Gadjah Mada (UGM) dari tanggal 31 Mei – 1 Juni 2015. Kongres yang mengusung tema “Membangun Kedaulatan Bangsa Berdasarkan Nilai-Nilai Pancasila, Pemberdayaan Masyarakat dalam Kawasan Terluar, Terdepan dan Tertinggal”  ini menghasilkan beberapa butir rekomedasi kepada pemerintah, terutama penguatan kebijakan pengelolaan kawasan perbatasan.

    Beberapa butir yang disampaikan adalah tentang pentingya pembenahan masalah pendidikan dan kebudayaan pada masyarakat di daerah perbatasan.  Sehingga negara diminta perlu lebih proaktif.

    “Pendidikan di kawasan perbatasan, baik sebagai lembaga maupun proses belum mampu mentransformasi nilai-nilai Pancasila di dalam memperkuat identitas keindonesiaan,” kata Prof. Dr. dr. Sutaryo, Ketua Tim Ahli Pusat Studi Pancasila di Balai Senat UGM, Senin (01/06/2015).

    - Advertisement -

    Oleh karena itu menurutnya,  pemerintah dihimbau melakukan pengembangan infrastruktur pendidikan yang lebih memadai dan proporsional dengan didukung penyusun program pendidikan di tingkat pendidikan formal,informal,non-formal.  Kemudian yang tidak kalah penting adalah perlu dibentuknya lembaga atau badan khusus yang mengelola masalah pendidikan dan kebudayaan serta pembangunan di wilayah perbatasan.

    Menurut Sutaryo, meski saat ini sudah ada Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan sudah ada dibawah struktur Kementerian Dalam Negeri dan jabatan pejabat ex officio, namun dirasa tidak memadai. Pelaksana pembangunan oleh kementrian teknis selama ini dirasakan belum memadai, sehingga  diusulkan ada suatu badan koordinasi percepatan pembangunan daerah perbatasan, langsung dibawah Presiden.

    Selanjutnya, Sutaryo menegaskan, kawasan perbatasan merupakan batas wilayah yang penting sebagai garda depan bagi negara dalam menjaga keutuhan NKRI. Wilayah perbatasan juga berpotensi bisa menimbulkan permasalahan yang berujung pada sengketa dengan negara tetangga yang berbatasan langsung baik di darat maupun di lautan Indonesia.

    Ia menjelaskan, paradigma pengelolaan kawasan perbatasan yang memposisikan kawasan perbatasan sebagai  teras depan” NKRI  harus dikelola secara optimal dan konsisten. “Salah satunya, persoalan ketidakadilan sosial khususnya di kawasan perbatasan disebabkan oleh karena penuangan makna “keadilan sosial” ke dalam hukum atau aturan perundang-undangan dan kebijakan negara masih kurang tepat,” ujarnya.

    Selain itu, menurut Sutaryo adalah pelaksanaan nilai Pancasila di daerah 3 T (Kawasan Terluar, Terdepan dan Tertinggal) dibidang ekonomi harus kembali kepada ekonomi yang disusun berdasar azas kekeluargaan seperti yang tercantum pada UUD 45 Pasal 33. Peningkatan kesejahteraan salah satunya melalui melalui pembentukan koperasi-koperasi yang mandiri disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat.

    Tak hanya itu , dalam kongres ini, peserta kongresjuga  memandang pentingnya kawasan perbatasan mendapatkan regulasi dari DPR dan pemerintah semacam otonomi khusus sehingga kawasan tersebut secara geopolitik memiliki kedaulatan, secara ekonomi memberdayakan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here