More

    Pantau Gas Beracun di Gunung Dengan Aquacopter

    Mahasiswa Undip kembangkan Aqucopter untuk pantau gas beracun di gunung api. Dok, Undip
    Mahasiswa Undip kembangkan Aqucopter untuk pantau gas beracun di gunung api. Dok, Undip

    YOGYAKARTA, KabarKampus – Indonesia merupakan negara yang memiliki gunung api terbanyak di dunia. Hal itu karena Indonesia dilalui oleh ring of fire atau jalur seismik yang memicu aktivitas gunung merapi. Sehingga di gunung merapi tersebut kerap mengalami aktivitas vulkanik dan statusnya dinaikkan menjadi status siaga.

    Aktivitas vulkanik di gunung merapi biasanya disertai adanya gas beracun. Seperti yang terjadi di kawasan Dieng. Gas beracun di kawasan tersebut menewaskan puluhan penduduk desa. Begitu juga yang terjadi dengan Soe Hok Gie dan Idhan Dhanvantari Lubis yang juga meninggal karena menghirup gas beracun di Gunung Semeru.

    Sehingga gunung-gunung api di Indonesia perlu pemantauan intensif dan efektif untuk menjaga keamanan masayrakat dan juga para pendaki gunung atau wisatawan. Oleh karena itu empat mahasiswa Fakultas Sains dan Matematika Undip membuat pesawat tanpa awak yan dapat mendeteksi gas H2S dan CO2.

    - Advertisement -

    Para mahasiswa ini adalah Agus Sulistiyo, Figur Humani, Inayatul Inayah, dan Eva Yulianti. Mereka menamakan alat yang dibiayai oleh Program Kreativitas Mahasiswa Karsa Cipta (PKM-KC) ini dengan Aquacopter.

    Agus Sulistiyo mengatakan, Aquacopter merupakan pesawat tanpa awak dengan empat baling-baling (Quadcopter) yang dapat bergerak di air dan dapat mendeteksi kadar gas H2S dan CO2. “Inovasi Aquacopter dapat bergerak di air bukan tanpa alasan, karena ketika pemantauan gas di sekitar perairan maka Aquacopter turun ke permukaan air, apabila daya baterai sudah hampir habis,” kata Agus.

    Sehingga Aquacopter menurutnya, dapat tetap dapat bergerak di permukaan air dengan daya yang masih tersisa untuk menggerakkan satu motor. Hasil pengambilan data kadar gas dapat di pantau secara realtime melalui layar monitor di stasiun darat.

    “Rentang waktu pelaksanaan untuk membuat alat tersebut  yaitu dari bulan Maret sampai Juni,” katanya.

    Sementara itu Inayatul Inayah menambahkan, sasaran dari program Aquacopter yaitu sebuah prototype yang mampu mengirimkan data kadar gas secara realtime. Sehingga proses pemantauan akan lebih mudah karena Badan Pemantauan tidak perlu meninjau langsung ke lapangan, apalagi jika medan lokasi pemantauan sulit dilalui.

    “Apalagi jika terjadi kecelakaan seperti kejadian seorang pendaki jatuh di kawah Gunung Merapi beberapa waktu yang lalu. Untuk mengevakuasi korban kita harus tahu posisinya terhadap pusat kawah yang mempunyai suhu ratusan derajat celcius dan kandungan gas beracun,”katanya.

    Menurut Inayah, walaupun kemarin sudah menggunakan Quadcopter tetapi baru menggunakan kamera untuk mengetahui lokasi korban. “Dengan menggunakan Aquacopter kita dapat mengetahui lokasi korban melalui kamera serta dapat mengetahui kadar gas sulfur di sekitar lokasi jatuhnya korban,” tambahnya,[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here