More

    Dibalik Misi Bule Mungutin Sampah Gunung Rinjani

    Aksi Green Books memungut sampah mendapatkan respon positif dari netizen. FOTO : GREEN BOOKS
    Aksi Green Books memungut sampah mendapatkan respon positif dari netizen. FOTO : GREEN BOOKS

    Beberapa hari terakhir banyak netizen terkejut dengan aksi sejumlah warga asing yang memunguti sampah di Gunung Rinjani, Lombok. Kenapa mereka peduli? Siapakah mereka sebenarnya?

    Sebelum membongkar identitas mereka, ada baiknya membahas sedikit kondisi Gunung Rinjani.

    Gunung Rinjani adalah gunung berapi aktif tertinggi di Indonesia dengan ketinggian 3.726 Mdpl. Letaknya di sebuah pulau yang indah, yakni Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Bagi para pendaki, Gunung Rinjani adalah salah satu gunung yang harus “ditaklukkan”. Ditambah dengan gaya hidup petualangan yang lagi hits, mengakibatkan Gunung Rinjani “kebanjiran” pendaki dari seluruh penjuru dunia.

    - Advertisement -

    Sayangnya, kehadiran para pendaki yang katanya mencintai alam, masih membawa kebiasaan buruk. Seperti meninggalkan sampah-sampah plastik. Kebiasaan inilah yang membuat gunung-gunung di Indonesia, termasuk Gunung Rinjani, menjadi kotor. Bayangkan jika semua pendaki, yang jumlahnya ribuan itu, merasa anteng-anteng saja meninggalkan sampah di gunung.

    Para pendaki meninggalkan tumpukan sampah di Gunung Rinjani. FOTO : GREEN BOOKS
    Para pendaki meninggalkan tumpukan sampah di Gunung Rinjani. FOTO : GREEN BOOKS

    Bisa-bisa Gunung Rinjani menjadi Tempat Pembuangan Akhir sampah. Mengerikan bukan?

    Kiranya, kondisi inilah yang membuat sejumlah aktivis yang tergabung dalam Green Books bergerak untuk memungut sampah yang ditinggalkan pendaki Gunung Rinjani. Sebuah aksi nyata yang sebenarnya sangat bisa dilakukan oleh seluruh pendaki gunung di Indonesia.

    Artinya pendakian mereka bukan semata untuk mencapai puncak Gunung Rinjani. Lebih dari itu pendakian mereka merupakan salah satu strategi kampanye pentingnya menjaga lingkungan.

    Hasilnya, dunia jadi tahu, dibalik keindahan Gunung Rinjani rupanya terdapat sampah-sampah yang berpotensi merusak alam. Aksi Green Books pun mendapatkan respon positif dari netizen. Ribuan orang memberikan komentar dan menyemangati mereka lewat foto-foto yang disebar pada tanggal 17 Juli 2015.

    Bisa jadi karena sebagian besar adalah orang asing aksi memungut sampah itu menjadi tamparan keras yang bertubi-tubi ke arah wajah para pendaki dan bahkan bangsa Indonesia yang punya kebiasaan membuang sampah sembarangan.

    Seharusnya, seperti dokumentasi foto maka sampah-sampah pun harus dibawa pulang.

    Salah satu kegiatan Green Books mengajarkan pentingnya menjaga lingkungan kepada generasi masa depan di Banjar Saren, Bali. FOTO : Green Books
    Salah satu kegiatan Green Books mengajarkan pentingnya menjaga lingkungan kepada generasi masa depan di Banjar Saren, Bali. FOTO : Green Books

    Misi Green Books
    Green Books adalah organisasi non profit yang menyebarluaskan pengetahuan tentang lingkungan hidup kepada anak-anak di seluruh dunia. Organisasi ini berdiri dan diakui oleh Pemerintah Ceko pada tahun 2014. Mereka mulai mewujudkan impian pertama kalinya di Indonesia.

    Dari foto-foto yang disiarkan melalui website, para aktivis banyak menginisiasi projek-projek mandiri membangun perpustakaan atau ruang baca sekaligus menyebarkan buku-buku bagi anak-anak.

    Hasilnya sejumlah perpustakaan dan komunitas diantaranya di Katimpun-Palangkaraya Kalimantan Tengah, Sumatera, Bali, Lombok, Batu Karas-Jawa Barat, Banda Naira-Maluku dan Sumbawa menjadi terkoneksi satu sama lain. Jaringan perpustakaan lingkungan hidup ini tak hanya berisi buku tapi juga segudang aktivitas yang menarik.

    Pendek kata, para aktivis Green Books berusaha membuat anak-anak jatuh cinta dengan bumi.

    Dari Surfer Menjadi Aktivis Lingkungan
    Green Books digagas oleh Petr Hindrich, Tomas Jirsa, dan Martin Pokorny. Ketiganya merupakan penjelajah dan peneliti yang mengkhususkan pada isu-isu lingkungan. Sebelum membangun Green Books, mereka adalah tiga sekawan yang menyukai olahraga papan selancar.

    Petr Hindrich, sang pendiri, sejak tahun 2006 sering bolak-balik dari Ceko ke Bali hanya untuk meningkatkan keahlian berselancar. Di samping itu, dia juga sering melakukan perjalanan ke berbagai negara dan melihat berbagai persoalan lingkungan. Namun setelah melihat berbagai persoalan lingkungan hidup, akhirnya ia jatuh cinta dengan gerakan pelestarian lingkungan lewat pendidikan kepada anak-anak.

    Menurut Petr Hindirch,”Orang bahagia bukanlah mereka yang dikelilingi oleh material, tetapi mereka yang berhubungan erat dengan alam.”

    Hingga saat ini Green Books masih dan terus berupaya untuk mewujudkan generasi masa depan yang benar-benar peduli lingkungan. Bagi Anda yang tertarik dengan gagasan Green Books, dapat berkontribusi dengan menyalurkan bantuan kepada mereka lewat website www.green-books.org.

    Nah pesan buat para pendaki, jangan rusak keindahan alam dengan sampah yang kalian tinggalkan. Jangan bikin malu Indonesia, ya. []

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here