More

    Masyarakat Harus Jeli Dalam Mempercayai Sebuah Foto

    Hartanto Ardi Saputra

    Diskusi "Bisakah Foto Berbicara" di kampus UGM. Foto.
    Diskusi “Bisakah Foto Berbicara” di kampus UGM. Foto : Hartanto Ardi Saputra

    YOGYAKARTA, KabarKampus – Foto merupakan karya visual yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang. Namun, pada praktiknya banyak foto bisa membuat  persepsi seseorang melenceng dari realitas seseungguhnya. Sebuah kamera tidak berdusta, tapi bisa menjadi aksesoris bagi kebohongan. Sejauh manakah sebuah foto dapat dipercaya?

    Persoalan keaslian sebuah foto ini menyeruak dalam diskusi bertajuk “Bisakah Foto Dipercaya?” yang diselenggarakan di Hall PKKH UGM, Selasa, (30/06/2015). Hadir sebagai pembicara yaitu Kurniadi Widodo, Direktur Akademis Komunitas Fotografi “Kelas Pagi Yogyakarta”.

    - Advertisement -

    Kurniadi mengatakan, kemajuan teknologi memungkinkan seseorang memanipulasi foto. Sebuah foto bisa ditambah, dikurangi, atau bahkan diubah.

    “Teknologi digital memungkinkan sebuah foto untuk ditambah, dikurangi, bahkan diubah yang bisa jadi melenceng dari realitas,” ujar Kurniadi.

    Selain itu katanya, karena tidak lengkapnya data yang menunjang sebuah foto, juga bisa menimbulkan persepsi di masyarakat. Ini biasanya menimbulkan kesalahpahaman dalam membaca sebuah foto.

    “Banyak orang yang memotret sebuah peristiwa lalu membagi ke media sosial begitu saja tanpa ada kroscek,” kata Kurniadi.

    Padahal menurutnya, sebuah foto dapat membentuk persepsi bahkan identitas suatu masyarakat. “Misalkan pandangan dunia yang melihat Indonesia sebagai sesuatu yang eksotis. Karena selama ini Indonesia dipotret dari segi warna-warni budayanya.”

    Oleh karena itu ungkapnya, di tengah terjadinya banjir foto di media sosial, maka masyarakat harus jeli dalam mempercayai sebuah foto. Masyarakat harus lebih selektif, bahkkan mengkroscek kebenarannya.

    Selanjutnya, orang yang memotret dan menyebarkan foto juga harus mengumpulkan data-data untuk melengkapi informasi. Itu berguna agar tidak terjadi salah persepsi di masyarakat. “Karena kita tidak tahu persepsi apa yang akan ditimbulkan dari sebuah foto dikemudian hari,” jelas Kurniadi.

    Sementara itu, Bambang Hastha Yoga, Staf Pengajar Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran UGM, menilai, persepsi seseorang terhadap sebuah foto dipengaruhi latar belakang pengetahuannya. “Bagi orang Indonesia foto pocong itu menyeramkan. Tetapi berbeda dengan orang Amerika yang menganggap foto vampire lebih menyeramkan ketimbang foto pocong,” ujarnya.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here