More

    Inovator Mobil Listrik Ditangkap, Ini Kata Faisal Basri

    Dasep Ahmadi. Foto : Swa.co.id
    Dasep Ahmadi. Foto : Swa.co.id

    Dasep Ahmadi, inovator mobil listrik ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung pada Selasa, 28 Agustus 2015 lalu. Ia ditahan karena dianggap korupsi pengadaan 16 mobil listrik tahun anggaran 2013. Dasep kini ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung selama 20 hari ke depan demi kepentingan penyidikan.

    Ditetapkannya Dasep sebagai tersangka memantik keprihatinan Faisal Basri, Dosen Senior Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Pakar Ekonomi ini lewat blognya mengaku sudah mengenal Dasep cukup lama. Ia juga menganggap Dasep sebagai sosok nasionalis sejati.

    Bagi Faisal, Dasep adalah adalah orang yang Ingin melihat negerinya maju lewat akselerasi industrialisasi. Beragam komponen otomotif sudah dia hasilkan. Dengan darah dan keringat, nyaris tanpa bantuan pemerintah.

    - Advertisement -

    Malahan, tambah Faisal, pemerintah kerap “menggangu” derap langkahnya. Dengan keterbatasan industri penunjang, Dasep berjibaku bersaing dengan komponen otomotif impor yang bebas bea masuk. Padahal, komponen yang dihasilkan Dasep butuh bahan baku impor yang dikenakan bea masuk sekitar lima persen sampai 15 persen.

    Selain itu Dasep juga harus membayar PPN impor dan PPh bayar di muka. Berarti, Dasep harus menyediakan modal kerja lebih banyak ketimbang importir. Modal kerja yang Dasep pinjam dari bank bunganya belasan persen.

    “Kalau Dasep hendak melindungi produknya agar tidak gampang dijiplak, ia harus mendaftarkan produknya agar dapat hak paten. Belum lagi kalau hendak mendapatkan SNI. Semua pakai ongkos yang tidak murah. Butuh waktu yang lama pula,” cerita cerita Faisal lewat blognya yang dipublish, (28/07/2015) lalu.

    Menurut Faisal, kebijakan pemerintah sungguh sangat menyulitkan industriawan sejati seperti Dasep. Kebijakan pemerintah lebih mendorong perkembangan pedagang atau importir. Namun Dasep maju terus. Ia melangkah hendak menghasilkan mobil buatan dalam negeri, mobil listrik. Impiannya bersambut. Dahlan Iskan, yang waktu itu Menteri BUMN, mendukung gagasannya. Pembiayaan didukung oleh beberapa BUMN.

    Kemudian hasilnya tentu jauh dari sempurna, masih jauh dari produksi komersial. Baru sebatas uji coba. Ketika penyidik Kejaksaan Agung mencoba sejauh 30 km, mobil itu tidak kuat menanjak dan cepat panas.

    “Ia kemarin ditahan oleh Kejaksaan Agung. Apa aparat kejaksaan Agung tidak pernah nonton laga F1 yang pembalap-pembalapnya sering mengalami berbagai macam masalah mesin sampai ban sehingga harus keluar dari sirkuit. Padahal mobil-mobil itu dibuat oleh pabrik mesin atau pabrik mobil terkemuka di dunia. Miliaran dollar dihabiskan untuk menghasilkan mesin-mesin atau mobil-mobil terunggul lewat riset bertahun-tahun tanpa henti. Demikian juga mobil pada umumnya, apalagi mobil listrik yang mash tergolong langka,” jelasnya.

    Sementara itu kata Faisal, Dasep hanya menghabiskan Rp 2 miliar per mobil. Sekali mencoba harus jadi sempurna. Padahal Dasep bukan malaikat. Nasionalisme yang menggebu membuat ia menerima tantangan menghasilkan mobil listrik. Ia tidak mencari untung dari proyek mobil listrik yang menjeratnya.

    “Dan, sekarang Dasep mendekam di penjara. Mejadi tersangka. Dasep bukan public figure. Tapi bukan karena itu kita diam saja,” tutup Faisal.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here