More

    Ngaruat Bumi Petani Lembang : Bertani Tanpa Mengeluh

    Ibu-ibu kampung Cikareumbi Lembang mengikuti arak-arakan Ngaruat Bumi. Foto : AHMAD FAUZAN SAZLI
    Ibu-ibu kampung Cikareumbi Lembang mengikuti arak-arakan Ngaruat Bumi. Foto : AHMAD FAUZAN SAZLI

    Meski harga tomat anjlok, tomat terserang hama, dan kemarau melanda, rasa syukur tak pernah hilang di hati petani. Mereka akan terus bertani dan terus menanam.

    Hal tersebut dilakukan oleh petani di Kampung Cikareumbi, Cikidang, Kecamatan Lembang, Bandung Barat. Setiap setahun sekali mereka selalu mengungkapkan rasa syukur tersebut.

    Caranya dengan melakukan upacara Ngaruwat Bumi.

    - Advertisement -

    Upacara Ngaruwat Bumi merupakan sebuah tradisi warga yang digelar setiap bulan Muharam tepatnya 14 Muharam. Tahun ini puncak acara Ngaruat Bumi digelar pada hari Rabu, (04/11/2015).

    Sejumlah rangkaian acara yang digelar yaitu, mintebeyan numbal dengan memotong kambing di lokasi sumber air. Usai memotong kambing adalah ijab kabul yaitu doa sebagai wujud rasa syukur agar mendapatkan kesuburan di desa tersebut.

    Selanjutnya adalah hajat buruan. Pada hajat tumpeng warga membawa nasi kuning atau tumpeng dan air untuk didoakan oleh sesepuh dan dibagikan lagi kepada warga. Tahap selanjutnya adalah ngarak tumpeng sebagai ungkapan rasa syukur terhadap hasil panen yang melimpah.

    Dan terakhir adalah perang tomat antar warga. Perang tomat busuk ini sebagai ungkapan membuang hal yang buruk dan sia-sia dalam diri manusia. Termasuk hama pada tanaman tomat yang mereka tanam.

    “Kami Ngaruat bumi, agar tetap barokah,” kata ungkap Sutisno, warga Kampung Cikareumbi di lokasi Ruwatan Bumi, Rabu, (04/11/2015).

    Menurutnya, apapun yang terjadi dengan perkebunan tomat, mereka akan tetap bersyukur. Mereka tidak akan mengeluh dan akan tetap bertani.

    “Tiga bulan lalu tomat pernah dihargai 500 rupiah per kilo. Tapi kami tidak mengeluh. Kami tetap bertani. Inilah ungkapan syukur kami,” tutur Sutisno.

    Sementara itu menurut Suhanda, acara ngaruat bumi sudah ada sejak jaman nenek moyang mereka dahulu. Acara ini sebagai ungkapan rasa syukur mereka atas hasil pertanian yang melimpah.

    “Saat ini hasil tanaman tomat warga di sini sudah dipasarkan ke Tangerang, Kramat Jati, Cibitung, bahkan Lampung,” kata Suhanda.

    Menurut Suhanda, melalui pola tumpang sari dalam setahun mereka bisa panen tiga kali. Sekali panen untuk tomat yang ditanamnya dari kebun sendiri bisa menghasilkan tiga ton tomat.

    Namun kata Suhanda, pertanian di Kampung Cikareumbi masih bergantung pada tengkulak. Mulai dari mencari modal untuk bibit hingga menjual hasil pertanian. “Menjual dengan tengkulak ada selisihnya. Dan tengkulak sulit dihindari.”

    Suhanda menuturkan, bertani tomat merupakan mata pencaharian utama warga kampung. Apapun yang terjadi, mereka akan tetap menanam tomat.

    “Semoga Ngaruat Bumi bisa membuat petani maju, harga tomat naik, dan hama tidak ada,” ungkapnya.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here