More

    Ini Masukan Dosen UGM Untuk Wartawan

    Anwar Ibrahim ditodong wartawan Bandung usai memberikan ceramah umum bertema "Revitalisasi Gerakan Dakwah : Menuju Kebangkitan Islam dan Indonesia" suatu telaah kritis atas pemikiran dan gerakan DR. Ir. Muhammad 'Imaduddin' Abdulrahim (alm) di aula Barat ITB Bandung, Senin (30/01). FOTO : FRINO BARIARCIANUR
    Ilustrasi / FOTO : FRINO BARIARCIANUR

    YOGYAKARTA, KabarKampus – Kehidupan pers di Indonesia bukan tanpa cela. Tengok saja pemberitaan yang dihasilkan oleh sejumlah wartawan Indonesia di media massa. Banyak hal yang perlu diperbaiki.

    Masukan terhadap awak media ini datang dari Dr. Ana Nadhya Abrar., MES., Pakar Komunikasi UGM. Ia mengharapkan para wartawan tidak terjebak pada rutinitas. Para wartawan mampu memilah hal-hal yang menyangkut kepentingan wartawan, media dan khalayak.

    Sudah seharusnya kata Abrar, wartawan melengkapi diri dengan kemampuan analisis. Apalagi sekarang banyak narasumber memperlihatkan banyak yang suka berbohong.

    - Advertisement -

    “Kalau kita lihat akhir-akhir ini banyak narasumber suka memanipulasi, suka memanfaatkan peristiwa atau kejadian untuk kepentingannya. Kalau itu dimakan mentah-mentah oleh wartawan maka kasihan para pembaca. Karena itu wartawan harus jeli betul, harus bisa memilah ini  yang pas diberitakan dan ini tidak,” ujar Abrar menanggapi peringatan Hari Pers Nasional, Selasa, (09/02/2015).

    Salah satunya kata Abrar adalah berita soal perseteruan Hary Tanoesudibyo dan Jaksa Agung. Ia menganggap berita tersebut tidak penting. Karena semakin diberitakan maka semakin memberi forum untuk Hary Tanoe menjadi terkenal.

    “Orang tentu akan melihat wah hebat nih berani menentang Jaksa Agung. Tapi berita ini sesungguhnya tidak menarik. Tentu akan lebih bermakna jika media menulis tentang dulang emas di luar seputar Freeport atau revisi UU KPK,” katanya.

    Demikian juga dengan kasus kematian Wayan Mirna yang diangkat menjadi berita terus-menerus. Media dinilai seolah-olah tidak memiliki berita lain yang lebih menarik dan bermakna. Karena itu, dalam hal kemampuan analisis dan memaknai tugas yang diberikan, wartawan seharusnya  tidak membabi buta.

    “Apalagi tidak berpikir, lantas yang dipahami kerja media hanya senang, dapat liputan dan medianya semakin populer,” tuturnya.

    Bertepatan dengan Hari Pers Nasional, Abrar mengharapkan jurnalis bisa introspeksi. Paling tidak melakukan pembenahan, betul dan tidaknya yang telah dilakukan selama ini. Bahkan, jika perlu wartawan  kembali mengikuti pelatihan jurnalistik.

    “Ya “ngecas” lagi. Karena anggapan rutinitas seperti itu, belum tentu benar. Harus mencari sesuatu yang baru,” jelas dosen Ilmu Komunikasi, Fisipol UGM ini.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here