More

    80% Perempuan Australia Gunakan Nama Suami Setelah Menikah

    ABC AUSTRALIA NETWORK

    Tradisi perempuan menggunakan nama suami setelah menikah dianggap seksis, karena berasal dari zaman lampau ketika perempuan dianggap sebagai barang hak milik.
    Tradisi perempuan menggunakan nama suami setelah menikah dianggap seksis, karena berasal dari zaman lampau ketika perempuan dianggap sebagai barang hak milik.

    Lebih dari 80 persen perempuan di Australia menggunakan nama suami mereka setelah menikah. Kebiasaan ini masih diperdebatkan karena dinilai seksis.

    Tradisi perempuan menggunakan nama suami setelah menikah dianggap seksis, karena berasal dari zaman lampau ketika perempuan dianggap sebagai barang hak milik.

    - Advertisement -

    Kepala Kajian Perempuan Universitas Flinders, Prof. Yvonne Corcoran-Nantes mengatakan hal yang sama juga berlaku bagi anak-anak mereka. Karena lebih dari 96 persen dari anak-anak diberikan nama ayahnya.

    Prof. Corcoran-Nantes, yang cukup lama meneliti topik ini, mengatakan tradisi ini sudah berlangsung lama ketika wanita hanya dianggap sebagai objek atau hak milik.

    “Kebiasaan ini memiliki sejarah panjang dan berasal dari zaman lampau ketika wanita hanya dianggap barang hak milik yang diambil atau diserahkan ke keluarga suami. Karena itu mereka kemudian harus menggunakan nama suaminya,” kata Professor Corcoran-Nantes.

    Dia mengatakan sementara sebagian besar perempuan Australia senang dan tidak keberatan menggunakan nama suami mereka setelah menikah, sebaliknya laki-laki sama sekali menolak mengadopsi nama isteri mereka.

    “Orang tidak terlalu merasa terganggu ketika perempuan menggunakan nama keluarga suaminya setelah menikah. Bahkan dianggap cukup angkuh jika seorang wanita tidak ingin mengambil nama suaminya,” kata dia.

    “Sebuah majalah pernah melakukan survei dan hasilnya cukup mengejutkan. Lebih dari 96 persen pria mengaku tidak akan mau mengubah nama mereka mengikuti isterinya,” jelasnya.

    Sementara tradisi ini masih kuat di Australia, Professor Corcoran-Nantes mengatakan di banyak negara hal tersebut dikategorikan illegal bagi perempuan mengubah namanya, bahkan setelah menikah.

    Dia mengatakan di Perancis misalnya, sejak abad ke-18 perempuan harus terus menggunakan nama yang diberikan kepada mereka sejak lahir.

    “Jika Anda menikah, Anda bisa menggunakan nama suami untuk keperluan sosial, tapi secara hukum, Anda harus tetap menggunakan nama lahir,” jelasnya.

    “Bahkan di Yunani merupakan pelanggaran hukum jika perempuan menggunakan nama suaminya, sama dengan di Belanda dan juga negara-negara yang secara adat perempuannya tetap menggunakan nama keluarga mereka. Malaysia dan Korea merupakan dua negara yang seperti itu juga,” tambahnya.

    Dia menjelaskan, pada kebudayaan Latin, orang memiliki nama ganda dan perempuan kerap memilih nama apa yang akan mereka gunakan dalam pernikahan, misalnya mereka akan menggunakan nama tengah ibunya atau nama ayahnya, tapi itu biasanya tergantung pada pilihan seseorang.

    Dalam prakteknya di Australia seorang perempuan bisa menegosiasikan dengan calon suaminya apakah anak-anak mereka kelak akan menggunakan nama suami atau isterinya.

    Seperti dikatakan seorang perempuan asal Adelaide, Deb. “Kami berdiskusi tentang nama anak ketika saya hamil pertama dan kita memutuskan bersama kalau anak-anak nanti akan menggunakan nama saya,” katanya.

    “Dan itu didasarkan pada banyak pertimbangan. Saya sangat bangga dengan nama depan, dan tidak akan menggantinya setelah menikah,” tuturnya.

    “Hal lainnya, dari pihak keluarga saya tidak memiliki anak lain yang akan meneruskan nama keluarga kami, karena kakak perempuan saya telah mengganti namanya setelah menikah,” ujarnya.

    Deb mengatakan dia menghadapi banyak perlawanan ketika mengambil keputusan itu selama bertahun-tahun tapi anak-anaknya tidak pernah mempertanyakan keputusan orang tuanya. []

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here