More

    Ketika Bandung Philharmonic Bentuk Kelompok Orkestra Anak Autis

    ENCEP SUKONTRA

    Sejumlah anak dari Rumah Autis Bandung sibuk membunyikan alat-alat musik orkestra seperti alat musik tiup trombone dan horn, biola, perkusi, drum. Beragam bunyi muncul meski tak membentuk melodi atau nada.

    Zahra, salah satu siswa Rumah Autis Bandung belajar memainkan alat musik horn bersama Bandung Philharmonic dalam acara "We Care We Share" di Bandung Trade Center (BTC) Fashion Mall, Bandung, Senin (30/05/2016). FOTO : ENCEP SUKONTRA
    Zahra, salah satu siswa Rumah Autis Bandung belajar memainkan alat musik horn bersama Bandung Philharmonic dalam acara “We Care We Share” di Bandung Trade Center (BTC) Fashion Mall, Bandung, Senin (30/05/2016). FOTO : ENCEP SUKONTRA

    Pemandangan tersebut terjadi saat kelompok orkestra Bandung Philharmonic membimbing belasan anak berkebutuhan khusus dari Rumah Autis Bandung dalam acara “We Care We Share” yang digelar Bandung Trade Center (BTC) Fashion Mall, Jalan Djunjunan, Bandung, Senin (30/05/2016) siang.

    - Advertisement -

    Untuk memeriahkan acara tersebut, Rumah Autis Bandung membawa 15 anak berkebutuhan khusus, rata-rata usianya di bawah 10 tahun dengan karakter beragam, mulai yang sangat aktif hingga sangat pendiam.

    Anak-anak yang superaktif itulah yang ribut membunyikan alat musik, bahkan berebut. Anak lainnya naik ke panggung untuk berebut mic, ada juga yang mengamuk dan menangis.
    Untungnya dua pendiri Bandung Philharmonic, Airin Efferin dan Fauzie Wiriadisastra, menjadi “pelatih” yang cukup sabar.

    Satu-satu anak-anak autis diberi kesempatan membunyikan alat musik, menggesek, meniup, memukul.

    Airin dan Fauzie kemudian membentuk grup mini orkestra, ada anak yang menjadi konduktor atau pengarah lagu, anak lain bermain biola, perkusi, drum, trombone dan horn. Mereka kemudian membunyikan alat musinya masing-masing.

    Permainan itu berlangsung hampir sejam, tapi berkesan khususnya bagi guru-guru anak-anak autis. Untuk “mengawal” 15 anak, Rumah Autis Bandung mengerahkan 10 guru yang dibantu relawan dan orang tua.

    “Membawa 15 anak berkebutuhan khusus sudah luar biasa hebohnya. Tapi mereka juga anak-anak yang bisa membunyikan alat musik, main ke mal. Dan mereka bisa berada di keramaian, meski ada yang ngamuk-ngamuk juga karena belum terbiasa. Kita ingin masyarakat tahu itu,” ungkap guru Rumah Autis Bandung, Rahmat Yusuf.

    Salah satu anak yang antusias bermain alat musik bernama Zhera. Hampir semua alat musik ia coba, mulai dari horn yang bentuknya seperti terompet, perkusi hingga biola. Begitu disodori mic, Zhera berkata, “My name is Zhera.” Anak yang bercita-cita menjadi profesor itu kemudian mencoba menggesek-gesek biola.

    FOTO : ENCEP SUKONTRA
    FOTO : ENCEP SUKONTRA

    Di dunia musik, ada banyak jenius pemain musik yang autis. Pendiri Bandung Philharmonic, Airin Efferin, yakin beberapa anak di Rumah Autis Bandung bisa diarahkan bermain musik. Maka lewat acara “We Care We Share” anak-anak berkebutuhan khusus berinteraksi dengan musisi dan alat musik.

    Airin menyebut ada beberapa anak yang menurutnya bisa diajak bermain musik. Zhera salah satunya.

    “Kita kan hidup untuk menciptakan sesuatu, tulisan, buku, masakan, apapun. Itu membuat kita power full, berkarya tiap hari. Anak-anak autis juga bisa merasa power full, bukan mereka tak bisa apa-apa dan tak mengerti apa-apa. Mereka di dunianya sendiri, tapi mereka sendiri bisa melakukan sesuatu dan mencipta,” kata Airin.

    Dengan memberi kesempatan anak-anak bermain alat musik orkestra, mereka mendapat kesempatan untuk menjadi kreator, minimal menciptakan suara. Bandung Philharmonic sendiri berencana bekerja sama dengan Rumah Autis Bandung.

    “Kita ingin tahu kalau performance respon mereka bagaimana. Harusnya mereka bisa merespon sebab banyak pemusik-pemusik genius yang juga autis,” katanya. []

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here