More

    Pengalaman Studi Master dengan Sistem Moodle di Monash University

    ABC AUSTRALIA NETWORK
    Nur Fadilah

    Nur Fadilah, mahasiswa asal Indonesia, terkesan dengan sistem yang disebut Moodle.
    Nur Fadilah, mahasiswa asal Indonesia, terkesan dengan sistem yang disebut Moodle.

    Perkuliahan di sini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan di Indonesia, hanya saja sistem student centered learning yang memang digalakkan bisa membuat kami para mahasiswa menghabiskan berjam-jam bahkan seharian berada di depan laptop atau bersemedi di perpustakaan.

    Umumnya, dalam satu semester kami mengambil dua hingga empat unit (mata kuliah) yang total bobotnya sebesar 24 credit point/semester. Kesemua unit biasanya memiliki assignments yang mengharuskan kami menulis (umumnya dalam bentuk essay) dengan jumlah kata yang telah ditentukan sebelumnya.

    - Advertisement -

    Untuk unit dengan 12 credit point biasanya jumlah total kata yang harus ditulis sebesar 10-12 ribu kata yang kemudian dipecah menjadi beberapa assignments.

    Yang menjadi tantangan adalah perkuliahan biasanya hanya dilakukan sekali seminggu dan yang lebih surprising adalah berdasarkan pengalaman pribadi saya di saat semester dua saya bahkan memiliki jadwal kelas (tatap muka dengan dosen) yang hanya sekali dalam sebulan.

    Mungkin kemudian timbul pertanyaan, bagaimana kami mencoba untuk survive dengan sistem seperti ini?

    Nah, untuk setiap mata kuliah, kami para mahasiswa memiliki akses terhadap Moodle (Modular Object-Oriented Dynamic Learning Environment). Moodle ini merupakan sebuah program aplikasi yang memungkinkan kami para mahasiswa untuk masuk ke dalam dunia digital untuk mengakses materi-materi pembelajaran.

    Materi pembelajaran, target, media komunikasi (antara dosen dengan mahasiswa dan antar sesama mahasiswa) dan dropbox untuk submission merupakan fitur-fitur yang ada pada Moodle ini. Para dosen atau course coordinator lah yang bertanggung jawab terhadap segala materi yang mereka upload ke dalam Moodle. Sehingga meskipun tidak ada kelas, para mahasiswa sudah tahu akan target (termasuk bahan bacaan) tiap minggunya dan assignments apa yang harus dikumpulkan.

    Mungkin inilah alasan mengapa di sini banyak kelas yang statusnya “flexible” atau online karena mmg dengan keberadaan moodle ibarat panduan berjalan yang dapat mudah diakses oleh mahasiswa dimana saja kapan saja.

    Meskipun sudah didesain sedemikian rupa untuk memudahkan mahasiswanya, tentu saja kesulitan itu tetap ada. Sistem independen learning mengharuskan kami mahasiswa untuk membaca reading list tiap minggunya yang bisa mencapai 10-12 artikel (biasanya artikel ilmiah yang terdiri dari 5-10 halaman) disertai dengan beberapa buku penunjang.

    Ini baru satu unit, bisa dibayangkan bagaimana dengan mereka yang mengambil hingga 4 unit tiap semester. Belum lagi harus mengerjakan assignments tiap unit serta harus dealing dengan group discussion atau involved dalam online forum tiap minggu yang biasanya ada bobot nilainya juga.

    Selain itu, parameter penilaian untuk assignments demi bisa mendapatkan standar nilai tertentu juga harus kami garisbawahi dan perhatikan dengan seksama. Karena ada beberapa assignments/unit yang mensyaratkan nilai tertentu untuk dapat mengambil mata kuliah di semester selanjutnya.

    Hal inilah yang membuat mengapa perpustakaan di sini selalu ramai dengan “penduduk”. Perpustakaan bukan hanya menjadi tempat untuk mencari buku, tetapi perpustakaan menjadi ruang kelas bagi mereka yang ingin berdiskusi dan menjadi ruang bersemedi bagi mereka yang ingin fokus mengerjakan segala macam tugas-tugas kuliah tersebut.

    Saking pentingnya perpustakaan untuk kemashlahatan umat mahasiswa di sini, perpustakaan pun buka 7 hari dalam seminggu alias tiap hari. Untuk masa-masa exam, perpustakaan bisa buka hingga midnight. Wait… did I just mention exam? Yup, satu lagi tambahan stressor di sini untuk para mahasiswa yaitu kehadiran exam di akhir perkuliahan.

    Meskipun tidak ada exam di course yang saya jalani, tetapi berdasarkan pengamatan saya yang sempat beberapa kali stay (nginap) sampai subuh di kampus semester lalu, sangat banyak mahasiswa yang struggling (makan tidur dan menjadikan perpustakaan atau computer lab sebagai rumah kedua) during those times (exam week).

    Di salah satu sudut perpustakaan, mahasiswa bisa saling berdiskusi atau bekerja secara individual.

    Lalu bagiamana seharusnya kita menjalani ini? Nah, sebenarnya sulit untuk memberikan saran, karena cara belajar tiap orang berbeda-beda.

    Berdasarkan pengalaman salah satu teman saya, ia komitmen untuk datang ke perpustakaan mulai dari jam 9 pagi hingga jam 4 sore. Ada pula salah seorang teman yang karena harus mengurus anak di pagi hingga sore hari terpaksa komitmen untuk belajar malam dari jam 8 malam sampai jam 4 pagi tiap harinya di kampus.

    Ada pula yang komitmen untuk belajar di kamar dan tidak keluar rumah during weekdays. Sementara ada juga yang komitmen untuk paling tidak menghasilkan tulisan minimal satu halaman per hari.

    Well, sebenarnya tidak ada cara yang paten untuk hal ini karena semuanya balik ke individu masing-masing terkait cara dan metode apa yang nyaman bagi mereka. Tapi, kalau bisa menarik kesimpulan, inti dari semuanya yang harus dihighlight yaitu KOMITMEN. Well, saya juga tentunya masih struggling dengan komitmen ini, but slowly but sure yuk mari sama-sama belajar memperbaiki diri dan belajar ber-komitmen.

    Selain kuliah, mahasiswa internasional juga selalu menyempatkan untuk liburan. (Foto: istimewa/Maslihatul Bisriyah)
    Selain kuliah, mahasiswa internasional juga selalu menyempatkan untuk liburan. (Foto: istimewa/Maslihatul Bisriyah)

    Nah begitulah sedikit cerita tentang perkuliahan di sini. Meskipun sistem dan regulasi tiap uni di Aussie bisa berbeda tapi semoga ini bisa memberikan gambaran bahwa sesungguhnya sekolah di luar negeri tidak selamanya penuh dengan bunga-bunga yang bermekaran alias tidak selamanya selalu happy-happy.

    We also have those very hard times tapi yang paling penting kita lakukan adalah bagaimana untuk mencoba survive di lingkungan yang terbilang masih baru ini. But last but not least… tulisan ini bukanlah untuk menakut-nakuti karena sebenarnya kembali lagi banyak faktor yang memainkan peran dalam studi seseorang. Dimanapun kita berada, dimanapun kita bersekolah, saya berharap kita semua bisa selalu diberikan kemudahan untuk sampai ke garis finish.

    Last, sebenarnya saya juga ingin sedikit berbicara tentang sistem grading di sini, namun karena harus kembali ke dunia nyata “assignments” mungkin next time baru bisa sharing lagi. Doakan yah semoga thesis yang saya jalani lancar supaya bisa semakin rajin nulis. Amin YRA.

    Salam sukses, selamat menyelesaikan deadline, dan selamat hari Pendidikan wahai para pemuda yang tidak pernah bosan belajar. []

    *Tulisan ini dikutip dari blog Nur Fadilah dan merupakan pendapat pribadi. Nur Fadilah adalah dosen pada Universitas Hasanuddin Makassar, saat ini menempuh pendidikan Master of Nursing pada Monash University.

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here