More

    Anak Penjual Gorengan Diterima di Kedokteran UGM

    Dyah bersama Ibunya. Dok. UGM
    Dyah bersama Ibunya. Dok. UGM

    Rasa gembira dan haru tengah dirasakan oleh Dyah Utami Nugraheni, anak seorang penjual gorengan di Yogyakarta. Perempuan berusia 19 tahun ini diterima sebagai mahasiswa baru Jurusan Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Dyah diterima berbekal beasiswa bidik misi alias tanpa dibebankan biaya.

    “Waktu dikabari kakak kalau diterima di FK UGM saya langsung berpelukan dengan ibu senang dan haru campur aduk jadi satu. Gak nyangka bisa diterima di jurusan favorit kebanyakan pelajar dengan persaingannya cukup ketat,” katanya, Senin (20/06/2016).

    Dyah yang tinggal bersama Ibunya di di daerah Nyamplung Kidul, Balecatur, Gamping, Sleman ini mengaku, dengan diterimanya sebagai mahasiswa baru di FK UGM ini membuat impiannya sebagai dokter semakin dekat. Karena menjadi dokter memang cita-citanya sejak kecil.

    - Advertisement -

    Menurutnya, ketertarikannya menjadi dokter berawal dari kenyataaan di kampungnya masih minim dokter. Ia berharap ketika nanti telah menjadi dokter, ingin bisa kembali mengabdi di daerahnya dan melayani masyarakat setempat.

    “Harapannya nantinya bisa menolong dan membantu saudara dan tetangga sekitar,” terangnya.

    Sang Ibu, Ngatinem (58) mengaku bangga puterinya bisa kuliah di jurusan yang dicita-citakan apalagi tanpa dipungut biaya sepeserpun. Tidak banyak yang bisa di lakukannya, kecuali hanya memberikan semangat dan dukungan serta doa untuk keberhasilan kelak.

    “Semoga apa yang diimpikan bisa tercapai, menjadi orang sukses dan bisa membantu masyarakat,” harapnya.

    Sang ibu, Ngatinem (58) merupakan satu-satunya tulang punggung keluarga sejak sang ayah meninggal dunia pada tahun 2007 silam. Sehari-hari ibunya bekerja serabutan sembari berjualan gorengan yang biasa dititipkan ke tetangga untuk dijual di sebuah kantin sekolah. Penghasilan yang didapat setiap bulannya dari hasil menjual gorengan tersebut tidak pernah lebih dari Rp500.000.

    “Gak tentu kerjanya, kalau ada tetangga yang minta tolong baru kerja. Kalau tidak ada ya di rumah saja sambil buat gorengan untuk dijual ke kantin,” jelas Sang Ibu.

    Beruntung, Ngatinem masih dibantu oleh kedua anaknya yang lain dan telah berkeluarga dalam membiaya hidup mereka sehari-hari. Meskipun keduanya bukanlah anak kandungnya (beda ibu) tetapi mereka tetap mendukungnya dan anak semata wayangnya itu dalam menjalani hidup.

    “Saya tetap mendukung anak untuk bisa mengenyam pendidikan setinggi-tingginya. Alhamdulilah kakak-kakaknya turut mendukung,” jelasnya.

    Terlahir dari keluarga sederhana memang tidak menyurutkan Dyah semangatnya dalam belajar. Hal itu justru dijadikannya sebagai cambuk untuk lebih berprestasi di sekolah. Hasilnya pun tidak sia-sia, sejak bangku SD ia selalu menyandang juara kelas. Lalu di tingkat SMP dan SMA Dyah selalu masuk dalam 3 besar dikelasnya.

    “Tidak ada kiat khusus, hanya belajar secara teratur saja disertai dengan doa,” kata alumnus SMA 1 Yogyakarta ini.

    Selamat ya Dyah.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here