More

    Pakar ASEAN Khawatirkan Dampak Keputusan Sengketa Laut China Selatan

    AUSTRALIA PLUS INDONESIA
    Farid M. Ibrahim

    Kalangan pakar ASEAN menyatakan kekhawatiran mereka atas dampak jangka panjang keputusan sengketa antara China dan Filipina yang ditetapkan oleh Permanent Court of Arbitration (PCA).

    Klaim yang tumpang-tindih atas wilayah Laut China Selatan.
    Klaim yang tumpang-tindih atas wilayah Laut China Selatan.

    Demikian riset terbaru yang dilakukan lembaga Asialink pada Melbourne University, Australia, yang merangkum pendapat para pakar dari negara-negara ASEAN sebelum keputusan pengadilan internasional di Den Haag itu diumumkan.

    - Advertisement -

    Kalangan pakar ASEAN ini terdiri atas Bilahari Kausikan (Kemenlu Singapura), Ong Keng Yong dan Kwa Chong Guan (Nanyang Technological University Singapura), Dr Termsak Chalermpalanupap (ISEAS-Yusof Ishak Institute Singapura), Elina Noor (Institute of Strategic and International Studies Malaysia), Dr Ngeow Chow Bing dan Dr Lee Poh Ping (University of Malaya), Dr Tran Truong Thuy (Diplomatic Academy of Vietnam), Dr Suchit Bunbongkarn (Institute of Security and International Studies Thailand), Evan Laksmana (CSIS Indonesia), Herman Kraft (University of the Philippines), serta Dr Carolina Hernandez (ISDS Filipina).

    Laporan Asialink yang diterima wartawan ABC Farid M. Ibrahim, Rabu (13/07/2016) menyebutkan bahwa perspektif ASEAN dalam kasus ini mungkin menjadi tantangan tersendiri bagi Australia dan negara di luar ASEAN yang cenderung mengutamakan kejelasan hukum dan politik.

    “Negara-negara ASEAN sudah terbiasa menangani kerumitan semacam itu… Australia perlu mendapatkan informasi mengenai perspektif ASEAN ini,” demikian disebutkan laporan Asialink.

    Para pakar tersebut menyatakan, meskipun tak satu pun anggota ASEAN yang senang dengan klaim China, namun hal itu tidak sama dengan membenarkan Filipina. Disebutkan, “Terdapat ketidakpuasan atas cara Filipina mengatasi isu ini dan penolakan terhadap posisi “anti-China”.”

    Selain itu, kalangan pakar ini juga menyatakan adanya kecemasan bahwa keputusan PCA itu akan menimbulkan perpecahan dalam ASEAN namun mengakui “adanya kepercayaan bahwa ASEAN sangat penting bagi stabilitas kawasan”.

    Laporan Asialink menyebutkan bahwa di saat aktivitas China di kawasan Laut China Selatan diperdebatkan, perannya di kalangan ASEAN sangat kompleks dan dalam banyak hal positif. “Hubungan ASEAN-China tidak boleh tersandera oleh apa yang terjadi di Laut China Selatan,” demikian disebutkan.

    Ditambahkan, meskipun AS, Australia dan Jepang telah berkontribusi dalam stabilitas kawasan itu, namun sejumlah pakar ASEAN mengkhawatirkan reaksi negara-negara tersebut terhadap keputusan PCA akan memperburuk sengketa dan justru memecah ASEAN lebih jauh.

    Lebih lanjut disebutkan bahwa di kalangan anggota ASEAN ada kecenderungan kuat untuk fokus menangani sengketa sembari mengakui bahwa upaya mencapai resolusi memang sangat ambisius.

    “Diplomasi ASEAN masih tetap dipercaya dalam melakukan negosiasi dengan China dalam upaya mencari jalan keluar yang bisa diterapkan,” kata laporan Asialink.
    “Hubungan ASEAN-China jauh lebih luas daripada Laut China Selatan semata. Kita ini bertetangga dan tidak boleh saling mengabaikan,” ujar Bilahari Kausikan.

    Hal serupa disampaikan Dr Termsak Chalermpalanupap. “Tanpa ASEAN, maka Asia Tenggara akan menghadapi bahaya balkanisasi oleh negara superpower dan kembalinya Parang Dingin baru di Asia Tenggara,” katanya.

    Sementara itu, Evan Laksmana dari CSIS Indonesia menyatakan jika negara-negara ASEAN bergantung pada jaringan keamanan yang saling bersaing, seperti disampaikan Menhan AS Ashton Carter, menggunakan AS, Jepang, Australia dan Korea Selatan untuk mengimbangi China, maka China akan merasa terkekang dan justru akan semakin meningkatkan aksinya di Laut China Selatan.

    Dr Ngeow Chow Bing memperingatkan, “Keputusan itu akan membuat China tampak buruk dan menjadikan klaim Filipina memiliki landasan moral. Namun sangat penting untuk tidak mempermalukan China seperti yang diinginkan AS.”

    “Laut China Selatan hanyalah satu komponen dari keseluruhan hubungan antara ASEAN dan China,” ujar Elina Noor dari Institute of Strategic and International Studies Malaysia.

    Dr Carolina Hernandez, dari ISDS Filipina menambahkan, bahwa pendekatan terbaik tetaplah pada manajemen konflik yang telah dilakukan ASEAN terkait DOC (Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea).

    “Saya menyarankan agar jangan melakukan pendekatan bilateral sebab para pihak memiliki klaim yang tumpang-tindih, secara logika ke-6 pihak tersebut harus ada dalam setiap negosiasi,” jelasnya. []

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here