BANDUNG, KabarKampus – Banjir yang terjadi di Kota Bandung menjadi banjir yang paling parah dalam 10 – 20 tahun terakhir. Banjir yang terjadi di sejumlah titik ini tidak hanya menghanyutkan mobil namun juga menelan satu korban jiwa.
Prof. Dr. Sudibyakto, Ketua Ikatan Ahli Bencana Indonesia (IABI) menilai, perubahan tata guna lahan dan tata ruang wilayah hulu DAS Citarum berpangaruh besar terhadap banjir di Kota Bandung adalah perubahan tata guna lahan dan tata ruang wilayah hulu DAS Citarum. Ditambah topografi drainase kota yang miring.
Pada awalnya kata Sudibyakto, bencana banjir kota Bandung disebabkan tingkat curah hujan yang berlangsung sangat singkat dengan intensitas sangat tinggi dan merata. Kemudiaan sistem drainase Kota Bandung yang bertopografi miring mendukung sistem pengatusan banjir membuat banjir berlangsung lebih cepat.
“Sehingga terjadi banjir besar dan mampu menerjang apa saja yang dilewatinya,” kata Sudibyakto, Selasa (25/10).
Selain itu, menurut Guru Besar Fakultas Geografi UGM ini bencana banjir yang melanda Kota Bandung juga, tidak lepas dari faktor cuaca, kondisi biogeofisik permukaan lahan, dan faktor manusia. Urbanisasi dan munculnya kompleks perumahan kumuh di sepanjang sungai juga menyumbang debit banjir.
“Hujan dengan intensitas sangat tinggi di atas 60 mm/jam akan menyebabkan kemampuan lahan tidak mampu menyerap lebihan air hujan sehingga kapasitas infiltrasi tanah lebih kecil daripada intensitas hujan,” katanya.
Ia melihat, banjir Kota Bandung potensial terjadi dengan periode berulang dan makin sering terjadi. Terlebih, ada kemungkinan faktor pengaruh kejadian hujan ekstrim sebagai isu perubahan iklim.
Oleh karena ia mengusulkan agar Pemkot Bandung melakukan rencana kesiapsiagaan bencana banjir kota dengan membentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan instrumen kelembagaan lainnya yang terkait dengan kebencanaan. Karena sejauh ini, Pemkot Bandung belum memlikinya. Meskipun sudah sering dilakukan pelatihan kebencanaan namun belum satu kesatuan terintegrasi.
“Review dan Evaluasi Spasial terhadap rencana detil tata ruang skala besar perlu dilakukan secara menyeluruh dan bertahap,” katanya.
Disamping itu, tambah Sudibyakto, penegakan aturan peruntukan lahan menjadi suatu kebutuhan agar Bandung Bebas Banjir di kemudian hari. Perilaku masyarakat kota termasuk para pimpinan wilayah harus berubah menjadi pelaku dalam mengurangi risiko banjir kota secara serentak dan berkesinambungan dengan fokus pada perbaikan ekosistem kota.[]