IMAN HERDIANA
BANDUNG, KabarKampus-Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjdjaran (PSPK Unpad) menggelar Diskusi Publik dengan tema Penistaan Agama dan Politik Keindonesiaan. Dalam diskusi mencuat dugaan, aksi 411 tidak lepas dari kepentingan politik.
Menurut Muradi, Kepala Program Studi Ilmu Politik Pasca Sarjana FISIP Unpad yang ikut aksi 411 di Jakarta, setidaknya ada empat kelompok yang turut menunggangi aksi yang disebut-sebut diikuti 2,5 juta umat Islam itu.
“Dalam konteks penistaan agama yang perlu diperhatikan pemboncengnya. Itu banyak, ada radikal kanan dan radikal kiri, kemudian ada elit-elit politik,” kata Muradi yang juga peneliti politik dan keamanan, Sabtu (19/11/2016).
Radikal kanan, kata dia, adalah organisasi keagamaan yang sudah lama ingin mewujudkan kekhilafahan di Indonesia. Mereka ingin mengganti dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ia juga mencatat sejumlah gubernur di Indonesia turut hadir dan mengongkosi peserta. Padahal sebagai pejabat publik, gubernur harus menjaga irama kebhinnekaan, tidak condong pada kepentingan agama tertentu.
Penunggang lainnya, sambung Muradi, adalah politikus-politikus yang terjun dalam Pilkada DKI Jakarta. “Setelah aksi 411 ini, survey Ahok jatuh, siapa yang diuntungkan?” katanya.
Jebloknya Ahok, ia menyebut memberi keuntungan bagi dua pasangan lain, yakni pasangan Anies dan pasangan Agus. Menurutnya, pasangan Aguslah yang paling diuntungkan.
Tetapi ada juga aksi yang murni didorong ingin memproses hukum Ahok. “Yang ini saya setuju, penegakkan hukum harus dikawal. Sedangkan kepentingan lainnya harus dikaji ulang,” ujarnya.
Ia menambahkan, Indonesia adalah negara kesatuan yang bhinneka atau heterogen, tidak bisa digantikan dengan sistem khilafah.
Sementara Farid Wajdi dari Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), menepis tudingan aksi 411 ditunggangi.
“Soal tunggang-menunggangi, yang harus dilihat mayoritas aksi. Itu yang jadi dasar penilaian kita, jangan hanya lihat satu dua kelompok yang punya kepentingan kemudian disampulkan aksi itu ditunggagi,” katanya.
Ia menambahkan, umat Islam bergerak ke Jakarta karena tidak terima kitab sucinya dilecehkan. Tujuan HTI memang ingin menegakkan khilafah, tetapi tujuan ini dilakukan dengan pemikiran bukan dengan demonstrasi.
“Suatu gerakan tergantung pemikiran. Beda dengan nanti jika rakyat menuntut sendiri menginginkan khilafah,” katanya.[]