JAKARTA, KabarKampus – Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) mendorong pemerintah menggunakan mata uang alternatif dalam transaksi internasional. Hal ini dilakukan untuk mengurangi beban perekonomian nasional akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar.
Pernyataan ini disampaikan Assyifa Szami Ilman, Peneliti CIPS dalam keterangan persnya, Jumat, (12/10/2018). Menurutnya, melemahnya nilai tukar Rupiah tersebut sudah menekan perekonomian Indonesia.
Hari ini, Jumat, (12/10/2018), nilai tukar Rupiah adalah 15.197 per 1 Dollar AS. Salah datu dampaknya, kata Ilman adalah memperberat transaksi perdagangan yang menggunakan mata uang Dollar AS. Sehingga, pemerintah perlu didorong untuk mempertimbangkan penggunaan mata uang alternatif pengganti Dollar AS untuk transaksi perdagangan internasional.
“Mata uang Yuan Renmimbi Tiongkok dapat menjadi alternatif. Hal ini mempertimbangkan beberapa hal. Pertama, Tiongkok merupakan mitra dagang terbesar Indonesia,” ungkap Ilman.
Pertimbangan ini tambah Ilman, karena berdasarkan data Statistik Kementerian Perdagangan, nilai impor nonmigas dari Tiongkok merupakan 27,4% dari total perdagangan selama Semester I 2018. Selain itu, depresiasi nilai rupiah terhadap Yuan Renminbi lebih rendah apabila dibandingkan dengan Dollar AS.
Sejak 1 Januari 2018, nilai Rupiah terdepresiasi terhadap Yuan Renminbi (CHY) sebesar -5,47%. Jumlah ini lebih kecil dibandingkan nilai depresiasi Rupiah terhadap Dollar AS sebesar -12,14%.
“Mitra dagang utama Indonesia lainnya, seperti Jepang, Thailand dan Singapura, memiliki porsi perdagangan yang cukup signifikan pula dengan Tiongkok. Sehingga tidak menutup kemungkinan negara-negara tersebut juga terbuka untuk mempertimbangkan transaksi menggunakan mata uang Yuan Renminbi Tiongkok,” urai Ilman.
Selain Pemerintah perlu mendorong perusahaan importir yang melakukan perdagangan dari Tiongkok untuk melakukan pembayaran dalam Yuan Renminbi, tambah Ilman mereka juga mendorong Bank Indonesia juga dapat terus mendorong kebijakan yang sudah bergulir sebelumnya. Bank Indonesia dapat mendorong transaksi bilateral dengan Thailand dan Malaysia untuk menggunakan mata uang lokal, yaitu Ringgit Malaysia dan Baht Thailand.
Dengan mengintensifkan transaksi dengan mata uang tersebut, menurut Ilman, cadangan devisa tidak akan mengalami pergerusan sebesar transaksi perdagangan internasional dengan menggunakan Dollar AS.[]