Teori pragmatik (the pragmatic theory of truth) atau teori kebenaran pragmatis adalah satu teori yang berpandangan bahwa arti dari ide dibatasi oleh referensi pada konsekuensi ilmiah, persona,l atau sosial. Benar-tidaknya suatu dalil atau teori tergantung kepada berfaedah atau tidaknya suatu dalil atau teori tersebut bagi manusia untuk kehidupannya. Kebenaran suatu pernyataan harus bersifat fungsional dalam kehidupan praktis, dengan kata lain, “suatu pernyataan adalah benar jika pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis di dalam kehidupan manusia”. Bagi mereka ujian kebenaran adalah manfaat (utility), kemungkinan dikerjakan (workability) atau akibat yang memuaskan. Sehingga dapat dikatakan bahwa pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar ialah apa yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan perantaraan akibat-akibatnya (“effects”) yang bermanfaat secara praktis. Artinya, semakin banyak orang yang menyatakan suatu ide itu berguna, maka ide akan semakin jelas, semakin bermakna, dan berarti benar. Baca kutipan dari esai “How to Make Our Ideas Clear” karya Charles S. Peirce berikut ini: “Consider what effects, that might conceivably have practical bearings, we conceive the object of our conception to have. Then, our conception of these effects is the whole of our conception of the object.”
Teori Kebenaran Pragmatis dari PeIrce juga berkonsekuensi terhadap pembelaan atas Darwinisme Epistemologis yang menerima pandangan bahwa sejarah ide adalah sejarah dari ide para pemenang, sementara ide dari yang kalah langsung dianggap tidak benar. Benarkah demikian?
Mencoba memahami pemikiran pragmatisme Peirce tanpa memahami logika dan epistemologi yang membangun pemikiran pragmatisme Peirce akan menghasilkan interpretasi keliru, atau, minimal simplistis: “One implication of the unending nature of the interpretation of appearances through infinite sequences of signs is that Peirce cannot be any type of epistemological foundationalist or believer in absolute or apodeictic knowledge. He must be, and is, an anti-foundationalist and a fallibilist. From his earliest to his latest writings Peirce opposed and attacked all forms of epistemological foundationalism and in particular all forms of Cartesianism and a priorism. Philosophy must begin wherever it happens to be at the moment, he thought, and not at some supposed ideal foundation, especially not in some world of “private references.” The only important thing in thinking scientifically to apply the scientific method itself. This method he held to be essentially public and reproducible in its activities, as well as self-correcting in the following sense: No matter where different researchers may begin, as long as they follow the scientific method, their results will eventually converge toward the same outcome. (The pragmatic, or pragmaticistic, conception of meaning implies that two theories with exactly the same empirical content must have, despite superficial appearances, the same meaning.) This ideal point of convergence is what Peirce means by “the truth,” and “reality” is simply what is meant by “the truth.” That these Peircean notions of reality and truth are inherently idealist rather than naively realist in character should require no special pleading.”
Memadukan antara logika, matematika, dan topologi merupakan salah cara pembuktikan Peirce dalam esai “How to Make Our Ideas Clear” di atas.
———————————————
Esai @ Ahmad Yulden Erwin, 2015
———————————————
*) Charles Sanders Peirce (lahir pada 10 September 1839–meninggal 19 April 1914 pada umur 74 tahun) adalah seorang filsuf, ahli logika, semiotika, matematika, dan ilmuwan Amerika Serikat, yang lahir di Cambridge, Massachusetts, Inggris.
Ayah Peirce adalah seorang ahli matematika dan astronomi di Universitas Harvard bernama Benjamin Peirce. Peirce menempuh pendidikan di Universitas Harvard dan lulus dengan gelar dalam bidang kimia pada tahun 1863. Dia bekerja sebagai anggota staff The United States Coast and Geodetic Survey dari tahun 1861 hingga 1891. Selain itu dia juga bekerja selama beberapa tahun dari tahun 1869 untuk Observatorium Harvard.
Peirce dididik sebagai seorang kimiawan dan bekerja sebagai ilmuwan selama 30 tahun. Tapi, sebagian besar sumbangan pemikirannya berada di ranah logika, matematika, filsafat, dan semiotika (atau semiologi) dan penemuannya soal pragmatisme yang dihormati hingga kini. Dalam bidang Logika dia berpedoman pada ajaran A.de Morgan dan George Boole. Bagi Peirce, logika merupakan teori umum tentang suatu tanda.
Pada 1934, filsuf Paul Weiss menyebut Peirce sebagai “filsuf Amerika paling orisinal dan berwarna dan logikawan terbesar Amerika”.