BANDUNG, KabarKampus – Lulusan Ahli Madya atau D3 di Singapura memiliki gaji lebih tinggi dari lulusan S1 atau Sarjana. Hal itu karena lulusan D3 dianggap memiliki skill yang kuat dibandingkan S1. Lulusan D3 bisa membuat lensa kacamata, membuat mobil mogok jadi Ferarri, serta bisa memelihara pesawat terbang.
Hal ini disampaikan Prof. Dr. Johannes Widodo, Dosen National University of Singapore dalam Seminar Nasional “Towards Sustainable University” yang digelar Fakultas Ekonomi Universitas Parahyangan, di Hotel Harris, Bandung, Jumat, (03/06/2016).
Lulusan Arsitektur Unpar tahun 84 ini menuturkan, stigma lulusan D3 yang kurang baik di masyarakat Indonesia membuat semua orang ingin menjadi sarjana. Sementara orang yang ingin masuk program D3 tidak ada.
“Jadi Indonesia ngga punya tukang las yang hebat, akhirnya jadi kuli doang. Bikin MRT ahlinya dari Jepang. Bikin kereta cepat dari Cina semua,” ungkap Profesor yang mengambil doktor di University of Tokyo ini.
Ia menegaskan, perguruan tinggi turut bertanggung jawab dalam persoalan ini. Hal itu karena perguruan tinggi turut memunculkan stigma tersebut.
“Kita sebagai universitas turut bertanggung jawab dan melakukan perombakan total,” ungkap Prof. Johannes.
Selain menyoroti persoalan stigma D3, Prof. Johannes juga mendorong kurikulum di Indonesia lebih fleksibel dan mendorong spesialisasi. Kemudian mendorong kurikulum yang bersifat problem based learning. Seperti di Arsitektur, mahasiswa diberikan proyek akhir melalui problem real yang menyangkut kemiskinan, keadilan sosial, dan sebagainya. Mahasiswa ditantang menjawab itu.[]