BANDUNG, KabarKampus – Rancana untuk kembali membangun Terusan Kra kembali menyeruak di kalangan pemerhati politik ekonomi Internasional di Indonesia. Terusan yang akan membelah Thailand Utara dan Selatan ini digadang-gadang bakal menghancurkan kejayaan Selat Malaka.
Salah satunya muncul dari Rendi Putra Kusuma M.Si, Pengamat Ekonomi Politik Internasional yang juga dosen HI di Universitas Budi Luhur Jakarta. Ia menyebut, terusan Kra tersebut akan memotong jalur perdagangan yang biasanya melewati Selat Malaka dan disinyalir mampu membunuh Selat Malaka.
“Selat Malaka merupakan titik kumpulnya perdagangan dari Asia seperti China, Jepang, Korea, Taiwan dan lain sebagainya. Bahkan juga dipakai melalui jalur perdagangan ke Eropa, Afria, Timur tengah dan Amerika. Namun dengan adanya terusan kra akan menghemat perjalanan kapal mencapai lima hari,” kata Rendi dalam diskusi “Terusan Kra : Meraba Masa Depan Politik Global” di Kafe KaKa Bandung, Jumat, (31/03/2017).
Rendi menceritakan, Terusan Kra merupakan daratan yang dikeruk membelah Thailand sepanjang 103 KM dan lebar 400 meter serta kedalaman 22 meter. Nantinya kapal-kapal perdagangan internasional yang sebelumnya melewati Selat Malaka, akan melewati Terusan Kra untuk menghemat waktu.
“Dalam dunia perdagangan internasional, efektivitas menjadi salah satu kunci penting. Mereka bisa menghemat waktu dan uang. Bila dia melalui Sumatera ke China akan menempuh waktu 10 hari. Sementara bila melalui Terusan Kra hanya menempuh waktu tujuh hari dan bisa menghempat mencapai 300 Ribu Dollar,” ungkap Rendi.
Menurut Rendi, bagi Thailand pembangunan Terusan Kra memiliki arti penting, karena dalam setahun kapal yang melewati Selat Malaka dalam setahun mencapai 122 Ribu Kapal. Keuntungan yang didapat Singapura mencapai 324 Trilyun atau menyumbang tujuh persen dari GDP Singapura.
Pengaruh Terusan Kra Bagi Indonesia
Rendi mengungkapkan, meski jalur perdagangan di Selat Malaka sangat luar biasa dan mampu menjadikan Singapura mnejadi negara super power di kawasan Asia, namun tidak demikian dengan Indonesia. Indonesia yang wilayahnya juga dilewati kapal-kapal dagang internasional hanya mendapat 2,7 trilyun rupiah dari 300 trilyun yang didapat Singapura. Itupun setelah dipotong biaya operasional seperti gaji karyawan dan sebagainya Indonesia hanya mendapatkan 700 milyar rupiah.
“Jadi untuk Indonesia, banyak pengamat mengatakan Terusan Kra ngga ada ngaruhnya bagi Indonesia. Karena selama ini kita tidak mampu memanfaatkannya secara maksimal,,” ungkap Rendi.
Rendi menjelaskan, kesempatan ini seharusnya bisa dimanfaatkan pemerintah untuk menaikkan daya tawar dengan pemerintah Singapura. Selain itu pemerintah Indonesia juga harus menegakkan Undang-undang dan membangun pelabuhan-pelabuhan besar untuk menampung kapal-kapal perdagangan internasional tersebut.[]