More

    Temuan Walhi Jabar : Bendung Copong Berperan Besar Ciptakan Banjir Bandang Garut

    Warga banjir bandang mulai membersihkan rumah
    Warga Kampung Cimacan membersihkan rumahnya yang diterjang banjir bandang pada 21 September 2016 lalu. Foto : Frino

    BANDUNG, KabarKampus – Wahana Lingkungan Hidup Jawa Barat (Walhi Jabar) menemukan indikasi Bendung Copong memiliki andil besar sebagai salah satu penyebab terjadinya banjir bandang di Kabupaten Garut, Jawa Barat pada 21 September 2016 lalu. Hal ini berdasarkan penelusuran mereka yang dilakukan mulai dari tanggal 22 September hingga 04 Oktober 2014 di Kabupaten Garut.

    Dadan Ramdan Direktur Walhi Jabar mengatakan, ketika ke lapangan, mereka menemukan banyak endapan atau sendimentasi yang cukup besar dengan ketinggian 3-5 meter di Bendung Copong. Selain itu, mereka juga menemukan sumbatan sampah yang berasal dari sampah hutan dan sampah rumah tangga.

    “Pendangkalan ini mengurangi daya tampung air dan intensitas air, sehingga air mengalami perlambatan serta menyebabkan air naik dari Bendung Copong dan menyebabkan genangan air makin meluas,” jelasnya dalam konferensi pers di kantor LBH Bandung, Rabu, (05/10/2016).

    - Advertisement -

    Ramdan mengungkapkan, hal itu terbukti saat di lokasi bendung, air sungai bisa melewati bendung serta terdapat genangan di daerah sebelum Kampung Cimacan (lokasi terparah banjir bandang Kabupaten Garut). Selain itu disisi lain Bendung Copong terkesan tidak memenuh standar teknis.

    Selanjutnya, kata Ramdan temuan lainnya adalah Bendung Copong memiliki ketinggian 722, sementara Cimacan, lokasi paling parah banjir bandang Kabupaten Garut berada di ketinggian 713 Mdpl. Kemudian pada saat banjir, air di Bendung Copong meluap mencapai 726 Mdpl.

    “Hal ini membuktikan laju air dari hulu, tertahan di Bendung Copong. Inilah yang mengakibatkan wilayah lain yang lebih rendah menjadi tergenang air,” jelasnya.

    Selain itu Ramdan mengungkapkan, Bendung Copong yang dibangun dari tahun 2010 hingga 2015 ini, sebelumnya tidak memiliki sejarah banjir hebat seperti pada tahun 2014 dan 2016. Sehingga menurutnya, bendung yang dibuat oleh BBWS ini patut diperiksa dan diinvestigasi.

    Sementara itu, Indra dari Forum Pemuda Pelajar Mahasiswa Garut (FPMG) yang turut menelusuri penyebab banjir bandang Kabupaten Garut mengatakan, dalam wawancara yang ia lakukan terhadap warga sekitar Bendung Copong, ia mendapat pengakuan warga yang mengindikasikan pengelolaan bendung Copong Buruk.

    Dari keterangan Saripudin, Ketua RT Kampung Cihaur, Desa Sukaratu, Kecamatan Sukaresmi, luapan di Bendung Copong terjadi pada pukul 01.00 WIB. Sebelumnya pada pukul 00.00 WIB, ia masih melihat ada orang yang menjaring ikan di Sungai Cimanuk. Namun tiba-tiba pada pukul 01.00 WIB, air tiba-tiba membesar dan meluap.

    “Artinya ada air yang tertahan dulu di Bendung Copong,” katanya.

    Selanjutnya dari wawancara Indra dengan warga yang lain yang berdagang di sekitar Bendung Copong. Pedagang tersebut pada pukul 00.00 WIB mendengar suara ledakan air yang menghantam Bendung Copong dan melihat langsung dari kejauhan air meluap ke atas Bendung Copong. Kemudian pada pukul 01.00 WIB, air mulai naik ke pemukiman Kampung Bojong.

    Kalau dari data, kata Indra air yang meluap tersebut mencapai 726 Mdpl. Air yang meluap tersebut lebih tinggi empat meter dari pintu Bendung Copong yang memiliki ketinggian 722 Mdpl.

    “Secara kesimpulan wilayah yang berdampak banjir berada di bawah Bendung copong,” ungkap Indra yang juga merupakan anggota Walhi Jabar.

    Hasil penelusuran Walhi ini dilakukan bersama Koalisi Untuk Revolusi Kebijakan Agraria. Selain disebabkan Bendung Copong, mereka juga menilai banjir bandang di Kabupaten Garut juga disebabkan tata kelola kota yang tidak baik dan kawasan hutan lindung  yang telah berubah fungsi menjadi pertanian dan  sebagainya.

    Rencananya hasil penelusuran ini akan diberikan kepada Polda Jabar agar ditindaklanjuti.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here