BANDUNG, KabarKampus – Indonesia terus mengembangkan vaksin Covid-19 lokal alias vaksin buatan Indonesia. Saat ini vaksin yang dikembangkan dalam proses pengerjaan oleh Lembaga Biologi Molekuler Eijkman yang tahapannya telah mencapai 30 persen yang dikembangkan dengan platform yang berbeda yaitu protein recombinant.
“Targetnya sampai akhir tahun ini bisa menyelesaikan uji pada hewan sehingga tahun depan bisa dimulai dengan uji pra klinis dan klinis. Diharapkan kerjasama dengan BPOM untuk percepatan uji klinis vaksin merah putih bisa tersedia pada tahun 2021,” ujar Menteri Bambang saat live takshow bersama Kompas TV, Senin, (20/07/2020) kemarin.
Dalam pengembangan vaksin lokal tersebut, Bambang menyebut, tim pengembangan vaksin menggunakan prinsip cepat, efektif, dan mandiri. Cepat tetap diperlukan karena saat ini semua negara saling berlomba untuk mengembangkan vaksin. Kemudian efektif, karena mereka ingin vaksin ini cocok untuk virus terutama yang bertransmisi di Indonesia.
Selanjutnya kata Bambang, karena negara kita bukan negara kecil, maka pengembangan virus ini harus dilakukan secara mandiri. Negara dengan penduduk 260 juta tidak bisa menggantungkan vaksinnya hanya dengan membeli vaksin dari luar negeri.
Soal harga vaksin, pihaknya belum bisa ditentukan karena vaksin belum ditemukan. Namun menurut informasi dari bio farma hargnya sekitar 5 sampai 10 Dollar.
Vaksin Tiongkok
Selain menmpersiapkan vaksin lokal, Indonesia melalui PT Bio Farma bekerjasama dengan perusahaan farmasi asal Tiongkok Sinovak tengah mempersiapkan uji vaksin secara klinis. Saat ini telah masuk ke tahap ketiga pada Agustus 2020.
Menurut Menteri Bambang, Indonesia merupakan salah satu dari lima negara yang akan menjalankan uji klinis dari vaksin yang dikembangkan dengan platform virus yang dilemahkan. Menurut perhitungan dari PT Bio Farma, vaksin dari Tiongkok akan diuji klinis selama tiga bulan kemudian dilakukan analisa terhadap keberhasilan uji klinis tersebut dan dengan izin edar dari BPOM.
Bio Farma memperkirakan vaksin paling cepat mulai bisa diproduksi secara massal pada awal tahun 2021. Sesudah diproduksi baru akan dilakukan vaksinasi.
“Kita akan menjalankan kebijakan double track, artinya kerjasama dengan Sinovac tetap didorong tapi vaksin mandiri tetap dibutuhkan karena Indonesia tidak boleh membeli 100 persen vaksinnya hanya dibeli dari luar negeri,” tutup Menteri Bambang.[]