Puncak Indonesia Gelap di Pelantikan Kepala Daerah

Aksi Berkelanjutan di Berbagai Daerah

Ditegaskan jika aksi akan bersifat dinamis dan berlanjut jika tuntutan mahasiswa tidak dipenuhi. “Jika Indonesia mulai terang, maka ini adalah puncaknya. Tapi kalau pemerintah masih juga tidak menanggapi kami, maka Indonesia Gelap akan terus ada dengan tajuk yang berbeda,” kata Herianto. 

BEM SI sendiri telah melakukan koordinasi lapangan untuk memastikan kelancaran demonstrasi. Pada puncak demonstrasi ini juga bertepatan dengan momentum Aksi Kamisan. Aksi ini merupakan gerakan yang telah berlangsung lama dan konsisten menyuarakan tuntutan penyelesaian pelanggaran HAM. Keterkaitan ini menunjukan bahwa aksi Indonesia Gelap juga terinspirasi oleh semangat perjuangan Aksi Kamisan dalam memperjuangkan keadilan dan demokrasi.

- Advertisement -

“Harapan kami dari pemerintah mau menanggapi dan menyelesaikan poin-poin tuntutan kami,” tukas Herianto.

Tidak hanya di Jakarta, aksi masih juga terjadi di berbagai daerah. Seperti ratusan mahasiswa gabungan dari Solo Raya yang melakukan aksi di depan kantor DPRD setempat, Rabu (19/2). Dengan membawa spanduk bertuliskan #IndonesiaGelap mengkritik kebijakan dan program dari Presiden Prabowo Subianto mulai efisiensi anggaran hingga MBG.

Dalam aksi tersebut terdapat pula sebuah spanduk bertulis “Adili Jokowi, Menuju Generasi Indonesia Cemas, dan Evaluasi Efisiensi”. Ada tujuh tuntutan yang dirangkum gabungan mahasiswa Solo Raya tersebut. Salah satunya efisiensi anggaran yang dianggap merugikan dan tidak ada yang dibenarkan rakyat. 

“Kebanyakan diprotes makan bergizi gratis karena sebagai mahasiswa adik kita dapat makanan tapi kita sendiri sama keluarga kita ga makan. Mereka pada merugi, cari uang susah, cari gas susah. Banyak banget masalah dari kebijakan-kebijakan tersebut,” kata salah satu peserta aksi, Okta, seperti dikutip dari Joglo Semar.

Sementara aksi unjuk rasa Indonesia Gelap di depan Gedung DPRD Kota Tasikmalaya, Jawa barat berujung ricuh, Rabu (19/2). Mahasiswa yang menolak Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 itu melempari batu dan merusak gerbang dan kaca gedung dewan setelah aspirasi tidak mendapatkan respon anggota DPRD. 

Kericuhan pecah saat mahasiswa berusaha masuk ke dalam Gedung DPRD dan dihalau oleh aparat kepolisian menggunakan mobil water canon. Bentrokan sempat mereda setelah kepolisian menghentikan penyemprotan air dan membuka ruang dialog. “Kami sepakat BEM seluruh Indonesia termasuk Tasikmalaya turun ke jalan memperjuangkan supaya kebijakan itu dihapus. Indonesia sedang tidak baik-baik saja,” ujar salah satu peserta aksi, Dendi, seperti dikutip dari Kompas.

Mahasiswa menilai kebijakan efisiensi belanja dalam/Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2025 akan merugikan sektor pendidikan. Hal ini karena dikhawatirkan bisa berdampak pada pemotongan anggaran. 

“Seharusnya kebijakan itu dilihat aplikasinya di lapangan seperti apa oleh Presiden dan para menterinya. Faktanya, kebijakan itu malah memotong anggaran vital pendidikan. Padahal sesuai undang-undang, biaya pendidikan wajib 20 persen dari APBN dan APBD tiap daerah,” kata salah satu mahasiswa aksi, Rivan.

- Advertisement -

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here