Tindak Lanjut Pelarangan Wawancara dengan Mulyono

Diprotes Berbagai Pihak

Pelarangan pementasan Wawancara dengan Mulyono itu mengundang protes dari banyak mahasiswa. Demonstrasi sempat dilakukan atas pelarangan kebebasan ekspresi di kampus yang mengusung ilmu-ilmu kesenian. Mereka melakukan orasi dan aksi-aksi teatrikal disertai menyalakan sirine dan menyalakan dupa.

Pada aksi teatrikal itu, puluhan mahasiswa ISBI membacakan sejumlah puisi karya Toeti Heraty berjudul Manifesto dan karya W.S Rendra berjudul Sajak Sebatang Lisong. Ada juga puisi buatan sendiri yang dibacakan oleh salah satu demonstran. 

- Advertisement -

“Ironi kampus yang takut pada seni adalah ironi yang membusuk. Seharusnya di kampus seni, harus dibebaskan dalam berekspresi dalam segi apapun,” kata seorang demonstran yang dirahasiakan namanya, seperti dikutip dari Pikiran Rakyat. 

Di sisi lain, kebebasan berekspresi merupakan bagian dari hak asasi manusia yang diatur dalam pasal 19 DUHAM dan Pasal 2F UUD 1945. Di dalamnya mencakup hak memperoleh informasi dan menyebarluaskan informasi atau berekspresi. Dalam konferensi pers, Retno berdalih bahwa Teater Payung Hitam tidak menempuh perizinan untuk melakukan pementasan di ISBI. 

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandung juga ikut mengecam pelarangan pementasan tersebut. Tindakan ini dipandang sebagai bentuk arogansi yang menjegal kebebasan berekspresi. Tuduhan pihak kampus soal narasi negatif tokoh tertentu dianggap mengawang karena tidak diimbuhi dengan pembuktian yang bersifat ilmiah. 

“AJI Bandung mengecam penyegelan pementasan teater bertajuk “Wawancara dengan Mulyono” pada sabtu 15 Februari 2025 di Institut Seni Budaya Indonesia Bandung. Kejadian ini bentuk dari penyegelan kebebasan berekspresi masyarakat. Yang Sangat disayangkan lagi hal ini terjadi di lingkungan kampus seni yang semestinya pementasan teater adalah hal yang lumrah,” tegas Ketua AJI Bandung, Ikbal Tawakal.

Pembatalan pertunjukan Wawancara dengan Mulyono juga mendapatkan sorotan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung. Baginya, kampus sebagai ruang akademik seharusnya memfasilitasi kebebasan berekspresi.

“Kampus menjadi pembatasan ruang ekspresi, ini kembali ke Orde Baru sebenarnya. Orde Baru dulu kampus-kampus itu ditahan, dikontrol pemerintah. Kebebasan berekspresi itu sudah tertuang di dalam instrumen hukum, ke dalam hak sipil dan politik. Mengekspresikan apa yang disampaikan itu seni teater dan segala macam,” jelas LBH Bandung, Andri Daffa. 

Pernyataan sikap juga muncul dari Perkumpulan Nasional Teater Indonesia (Penastri) terhadap ancaman kebebasan berekspresi yang dialami oleh Teater Payung Hitam. Pernyataan sikap Penastri sebagai berikut, yaitu: 

1. Mengutuk keras segala bentuk pembatasan dan pelarangan terhadap pertunjukan teater yang tidak berdasar dan mengancam kebebasan berekspresi. Seni, termasuk teater, adalah ruang kritik dan refleksi sosial yang dijamin dalam konstitusi dan seharusnya mendapatkan perlindungan, bukan represi;

2. Menuntut transparan dan pertanggungjawaban dari pihak-pihak yang terlibat dalam penggembokan lokasi pementasan dan pencopotan baliho acara. Kejadian ini mengindikasikan upaya sistematis untuk membungkam ekspresi seni dan perlu diusut tuntas;

3. Mendesak ISBI Bandung sebagai institusi pendidikan seni untuk menjunjung tinggi kebebasan berekspresi dan tidak tunduk pada tekanan yang mengancam kebebasan artistik dan akademik. Tindakan pelarangan atau pembatasan tanpa alasan yang jelas bertentangan dengan nilai-nilai yang seharusnya dijaga oleh insitusi pendidikan seni dan budaya;

4. Mendorong solidaritas dari komunitas seni, akademisi, aktivis, dan masyarakat luas untuk menolak segala bentuk represi terhadap seniman. Keberpihakan pada kebebasan berekspresi adalah langkah krusial dalam menjaga iklim demokrasi yang sehat;

5. Menyerukan kepada pemerintah dan aparat penegak hukum untuk menjamin perlindungan terhadap hak kesenian dan kebebasan berekspresi sesuai dengan amanat UUD 1945 dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Negara tidak boleh abai terhadap tindakan-tindakan yang membatasi kebebasan berpendapat melalui seni.

Izin yang Dipersoalkan

Bersambung ke halaman selanjutnya –>

- Advertisement -

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here