Tindak Lanjut Pelarangan Wawancara dengan Mulyono

Izin yang Dipersoalkan

Retno mengklaim bahwa pihaknya terbuka bagi pegiat seni internal maupun eksternal dengan catatan harus menempuh perizinan tertulis. Teater Payung Hitam dikatakan Retno hanya mengajukan izin secara lisan tanpa melengkapi prosedur administrasi kampus, “Kita sangat terbuka, jadi boleh siapapun main di sini tidak ada pembatasan jadi bersurat dulu,” ucap Retno. 

Dijelaskan juga bahwa Studio Teater tidak bisa digunakan sebagai lokasi pertunjukan karena ruangan yang terbatas dan dekat dengan waktu perkuliahan. 

- Advertisement -

Di sisi lain, Sutradara Teater Payung Hitam, Rachman Sabur, mengungkapkan bahwa pihaknya sudah mengirimkan surat pengajuan permohonan pemakaian kepada Studio Teater ISBI pada 9 Januari 2025. Gedung pun sudah diizinkan secara lisan dan diperbolehkan digunakan mulai 10 Februari 2025.

Namun saat Teater Payung Hitam hendak melakukan persiapan justru pintu sudah digembok. Padahal sebelumnya, tim Teater Payung Hitam sempat berlatih di studio tersebut pada Jumat (14/2) sampai sekitar pukul 23.00 WIB. “Kalau mau niatannya memang tidak diperbolehkan atau dilarang, dari awal-awal aja kan,” ujar Rachman, seperti dikutip dari Pikiran Rakyat.

Teater Payung Hitam sempat diarahkan agar tempat pertunjukan ke gedung yang lain seperti di Gedung Indonesia Menggugat atau Gedung Rumentang Siang, namun tetap ngotot melakukan penyelenggaraan di Studio Teater ISBI. 

Sementara pihak kampus tetap berpacu pada kampus yang berada di bawah institusi pemerintah harus menjaga netralitas sebagaimana diatur dalam UU No 5 Tahun 2014 Pasal 2 tentang ASN. Selain Wawancara dengan Mulyono batal digelar, pintu Studio Teater ISBI juga sempat digembok dan baliho pagelaran ukuran 3×4 meter juga dicabut dua kali.

“Ini sejarah di ISBI harus ada izin dari rektor yang biasanya tidak pernah ada izin. ISBI punya otoritas sendiri lagi-lagi pimpinan ISBI-nya paranoid jadi seperti itu. Padahal semuanya bisa dibicarakan,” imbuh Rachman.

Selain perizinan, ISBI juga sedang mengalami kendala sarana dan prasarana. Sebab Gedung Pertunjukan Dewi Asri yang terbakar belum mendapatkan bantuan renovasi. Alhasil, ruang untuk berbagai aktivitas akademik dan seni kian terbatas. 

Selain pentas “Wawancara dengan Mulyono”, buku-buku teks monolog karya Rachman juga akan diluncurkan bertepatan dengan genap 43 tahun Teater Payung Hitam. 

Wawancara dengan Mulyono juga merupakan salah satu naskah dalam buku tersebut. Pementasan teater monolog verbal dan bahasa tubuh itu akan dilakukan oleh Rachman itu sendiri beserta Tony Broer. 

Dalam pementasannya, Rachman akan berperan sebagai jurnalis yang mewawancarai Tony yang berperan sebagai Mulyono. Rahman akan mengajukan beragam pertanyaan mulai dari proyek strategis nasional, Ibu Kota Nusantara, sampai Pagar Laut di Tangerang. 

Sementara lakon Wawancara dengan Mulyono itu akan memakan durasi sekitar 35 menit. Ditargetkan sekitar 80 penonton yang menyaksikan pagelaran tersebut. “Judul wawancara dengan Mulyono ini kan sangat umum, bahkan saya berikan teks naskahnya,” ungkap Rachman.

Sebagai kelompok teater tua yang bisa dibilang lahir di ISBI, Rachman merasa terhina dan dirugikan. Apalagi ia sudah mengabdi di ISBI sejak 1979 dengan kuliah dan sempat mengajar sampai pensiun. “Kita berupaya mencari tempat yang punya independensi tidak terkontaminasi oleh kebijakan institusi pemerintah,” tegas Rachman.

Bahkan Tony sempat dipanggil pihak kepolisian untuk memberikan keterangan terkait pementasan itu. Pembungkaman ekspresi di dunia seni juga sempat terjadi sebelumnya pada gagalnya pameran Yos Suprapto di Galeri Nasional Jakarta. 

- Advertisement -

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here