Urwatul Wusqa
Agama sangat berperan penting terhadap kesehatan mental manusia. Jiwa seseorang sedang terganggu atau adanya gangguan mental jika ia jauh dari agama.
Hal tersebut mengakibatkan jiwanya resah tak menentu bak cando balam baru basangkak, yang berdampak terhadap jasmaninya. Hal tersebut dapat kita lihat dari perasaan takut , kehilangan nafsu makan atau susah tidur yang dirasakan oleh manusia tersebut. Situasi kesal dan jengkel, jantung seseorang bisa berdetak lebih kencang dan tidak normal, sehingga istilah sakik ati dan makan ati, mencerminkan adanya hubungan timbal balik antara jiwa(mental/rohani) dengan jasmani manusia.
Gangguan jiwa yang menyiksa manusia, menjadikan agama sebagai tempat yang pas dalam melakukan semua pengaduan atas semua permasalahan yang menimpa. Agamalah yang mampu sebagai obat penawar yang teramat ampuh untuk menyembuhkannya, karena agama memberikan bimbingan rohani bagi manusia baik di kala suka, maupun di kala duka.
Saat hati gelisah, jiwa tak tenang lantaran persoalan dunia, maka dengan mengingat Allah jiwa akan tenang sebagaimana firman Allah SWT dalam QS.Ar-Ra’d 28 yang artinya “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.”
Ayat di atas sangat jelas bahwa agama sangat berpengaruh terhadap kesehatan mental.
Agama diibaratkan seperti alat musik, seandainya kita mempelajari dan memainkan alat musik tersebut dengan baik dan benar, tentu alat musik tersebut enak didengar dan memberikan rasa kedamaian terhadap jiwa kita, namun sebaliknya apabila kita memainkannya tidak baik, maka alat musik tersebut tidak enak didengar (bising) dan memberikan rasa tidak nyaman terhadap kita.
Begitu juga agama, kalu kita mempelajari dan menjalankan agama dengan baik, tentu agama akan memberikan rasa nyaman dan tentram terhadap kita, tetapi sebaliknya apabila mempelajari agama tidak benar dan tidak menjalankan agama dengan baik, maka agama akan menjadi penghalang dan meresahkan bagi kita.
Jiwa keberagamaan untuk anak harus di tanamkan sejak anak masih dalam kandungan. Tapi terkadang faktanya berbeda dari yang diharapkan, sehingga kita tidak bisa menyalahkan siapapun dalam hidup ini.
Dalam adat minangkabau sendiri “adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah” sudah mulai memudar. Hal ini dapat kita lihat dari hal kecil yang terjadi disekitar kita, seperti tradisi salat ke surau yang sudah mulai memudar, kita tidak mau lagi kembali ke surau. Siapa yang salah dan siapa yang harus disalahkan? Lebih baik ini kita kembalikan kepada diri kita sendiri (introspeksi diri).
Bagaimana cara pengobatan gangguan jiwa dengan agama? Itu gampang, tergantung keyakinan dan cara kita menyikapinya. Penulis punya metode dalam mengobati gangguan jiwa, dengan menggunakan agama sebagai obatnya, yaitu ketika kita merasakan gelisah dihati dikarenakan ada masalah, baik masalah keluarga, teman,maupun masalah pacaran yang mengakibatkan kita sakik ati atau makan ati, susah tidur, bahkan tidak nafsu makan.
Hal yang pertama sekali yang harus kita lakukan adalah ingat kepada Allah SWT dan menyakini bahwa ini terjadi dengan izin dari pada Allah SWT. Kemudian dilarang keras untuk meratapi apa-apa yang akan terjadi, selanjutnya kalau masalah kita begini, dan kita harus menyakini bahwa Allah tidak akan membebani hambanya kecuali sesuai dengan kesanggupannya (Qs. Al-Baqarah 286) dan setiap penciptaan makhluk ataupun kejadian tidak pernah Allah sia-sia karena pasti ada hikmahnya. Kemudian memperbanyak membaca Al-Qur’an dan mengerjakan shalat sunnat(Qs. Al-Baqarah 153).Kalau sudah begitu, pasti kita akan sabar dan iklas menerima cobaan. Dan Insya Allah gangguan jiwa pada diri manusia akan terobati. Intinya keyakinan, keikhlasan dan kesabaran.[]
*Penulis merupakan Kru LPM Suara Kampus IAIN IB Padang