Ahmad Fauzan Sazli
Motor berbahan bakar gas buatan mahasiswa D3 ITS. FOTO : DOK. ITS
SURABAYA, KabarKampus – Institut Teknologi Sebelas November (ITS) Surabaya meluncurkan sepeda motor berbahan bakar gas dan listrik. Inovasi kendaraan ramah lingkungan ini dibuat oleh mahasiswa D3 Teknik Mesin ITS.
Hendro Nurhadi Dipl Ing PhD, dosen pembimbing menjelaskan, bahwa ide pembuatan sepeda motor ini muncul lantaran negara maju di dunia tengah gencar memproduksi sepeda motor berbahan bakar gas dan listrik. Namun di Indonesia masih belum ada yang berani membuat jenis sepeda motor serupa.
Sehingga, ia dan beberapa mahasiswanya tertantang untuk mengeksplor kemampuan mereka dalam membuat sepeda motor berbahan bakar listrik dan gas. Kemudian sepeda motor yang mulai dibuat sejak 2012 ini pun lahir.
“Pertama, sepeda motor berbahan bakar gas yang bernama Wisanggeni. Dan yang kedua ialah sepeda motor berbahan bakar listrik berjuluk Rajageni,” kata Hendro.
Menurut Hendro, Wisanggeni memiliki beberapa keunggulan, diantaranya hemat bahan bakar dan ramah lingkungan. Motor ini mampu menempuh jarak 70 kilometer per jam hanya dengan satu kilogram bahan bakar gas saja. Selain itu juga tidak mengeluarkan emisi gas buang berupa gas CO.
Tak hanya itu, Wisanggeni juga mempunyai kelebihan lebih ekonomis, yakni, gas LPG ukuran tiga kilogram pun bisa digunakan sebagai bahan bakar. Tabung gas tersebut dapat diletakan di bawah tempat duduk pengemudi. Sebagai pengaman, pada tabung gas juga dilengkapi alat regulator serta sensor gas.
”Dengan adanya pengamanan tersebut, Wisanggeni dapat diproduksi sebagai sepeda motor asli buatan Indonesia” tutur Hendro.
Sementara untuk desainnya, Wisanggeni memiliki tampilan yang cukup menarik. Hendro dan timnya mengadopsi beberapa bentuk motor laki-laki lalu mengkombinasikannya dengan warna merah dan putih.
Hendro mengaku, desain tersebut merupakan karya timnya sendiri mengikuti selera pasar. Sedangkan untuk Rajageni, desainnya lebih modern layaknya motor matik. Dengan bahan bakar listrik, Rajageni pun mampu berjalan dengan kecepatan maksimal 75 kilometer per jam.
“Dengan adanya kendaraan yang menggunakan energi alternatif, ketergantungan akan bahan bakar minyak bisa semakin berkurang,” ungkap Hendro.
Hendro menegaskan bahwa masih perlu adanya pengembangan dari kedua prototipe tersebut. Salah satunya dari aspek mesin motor. Untuk saat ini, mesin yang digunakan masih memanfaatkan yang ada di pasaran. Namun, untuk ke depannya akan diusahakan membuat sendiri.[]