Ahmad Fauzan Sazli
Kapal tenaga surya buatan mahasiswa ITS. FOTO : ITS
Setelah sukses dengan mobil Surya, mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya kembali akan meluncurkan kapal bertenaga surya. Kapal ini dibuat oleh sembilan mahasiswa Jurusan Teknik Sistem Perkapalan (Siskal) ITS.
Rencananya kapal tenaga surya ITS akan diikutisertakan dalam perlombaan Dong Energy Challenge 2014 di Belanda. Dan kapal ini menjadi satu-satunya tim asal Indonesia yang ikut berlaga dalam kontes kapal berbahan bakar surya tersebut.
Candra Prasetyo Endro, ketua tim mengatakan, konsep pembuatan kapal sudah dimulai sejak tahun 2011. Namun, proses pengerjaannya baru bisa dilakukan tahun 2012 yang lalu.
“Hingga saat ini, sekitar 70 persen badan kapal beserta instalansinya sudah selesai digarap. Tinggal penyempurnaan di beberapa bagian yang memang masih butuh pengerjaan yang lebih lanjut,” ungkap Candra.
“Membuat kapal memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Apalagi kapal yang dibuat adalah kapal dengan bahan bakar yang berasal dari sinar matahari serta membutuhkan proses yang cukup lama.
Candra menjelaskan, bahwa kapal tenaga surya ITS memiliki panjang lima meter, lebar 1,5 meter, dan tinggi 60 sentimeter. Kapal ini hanya mampu menerapkan energi yang sangat sedikit. Dengan daya 1 Kilowatt kapal ini mampu melaju dengan kecepatan 10 knot.
“Bahkan, efisiensi pemakaian energi baterai pun mampu mencapai 85 persen. Ini bisa dibilang sebuah ecogreen technology,” imbuh Candra.
Selain itu, menurut Candra berdasarkan running test yang telah dilakukan, kapal yang mempunyai sarat air setinggi 25 centimeter ini sudah bisa berlayar dengan stabil. Bahkan menuvernya juga sudah semakin baik.
“Kita juga mengutamakan aspek safety pada kapal,” ujar mahasiswa angkatan 2010 tersebut.
Rencananya, kapal ini akan mereka selesaikan pada bulan April mendatang. Karena, perlombaan akan resmi digelar pada 28 Juni mendatang.
Hingga saat ini pembuatan kapal mereka sudah menghabiskan dana sekitar Rp 50 juta. Sedangkan untuk pendaftaran lomba, mereka merogoh kocek hingga Rp 30 juta. Dana tersebut diperoleh dari beberapa dosen jurusan dan beberapa sponsor.
“Perkiraan saya, secara keseluruhan dana yang dihabiskan akan mencapai Rp 100 juta,” jelas Candra.
Besarnya biaya tersebut juga tidak terlepas dari mahalnya barang-barang yang dibutuhkan untuk pembuatan kapal. Kebanyakan barang yang dibutuhkan juga tidak tersedia di dalam negeri. “Untuk mesin saja kita datangkan dari Jerman,” jelasnya.[]