M. Dahlan Abubakar-Kepala Humas Unhas
BANDUNG, KabarKampus– RUU Pendidikan Tinggi yang saat ini sedang digodok DPR masih dianggap sebagai baju baru dari UU Badan Hukum Pendidikan (BHP) yang dianulir Mahkamah Konstitusi (MK) pada 30 Maret 2010. Padahal, RUU Pendidikan Tinggi (PT) titik beratnya berkaitan dengan tata kelola pendidikan tinggi yang tidak termaktub di dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.17 Tahun 2010. Pemerintah kemudian menerbitkan PP No.66 Tahun 2010 menyangkut desain tata kelola pendidikan tinggi.
Anggota Panitia Kerja (Panja) RUU PT, Johannes Gunawan mengatakan PP 66/2010 adalah peraturan yang digunakan sementara di-redesain untuk membentuk UU yang baru. “Hingga 27 September 2011, posisi RUU PT masih bersifat draft, belum final. Komisi X DPR bertekad akan menuntaskan RUU ini menjadi UU Desember 2011. Dan batas waktu itu sulit dipenuhi,” katanya kepada peserta Rakornas Humas Perguruan Tinggi Negeri di Bandung.
Selain masalah tata kelola pendidikan tinggi, lanjut Johannes, RUU PT terfokus pada masalah penjaminan mutu yang termaktub dalam bab tersendiri. Berkaitan dengan hal ini, akan berimbas pada perubahan kelembagaan bagi lembaga pendidikan, khususnya bagi perguruan tinggi swasta.
Dan masalah yang sangat krusial dalam RUU PT adalah pendidikan profesi yang harus dilaksanakan oleh organisasi profesi dan bukan pendidikan tinggi. Namun, menurut Johannes, kenyataannya belum ada organisasi profesi yang memiliki kompetensi dan fasilitas untuk melaksanakan pendidikan tersebut.
“Oleh sebab itu, untuk sementara waktu pendidikan profesi tersebut ‘dititipkan’ kepada perguruan tinggi. Jika pendidikan profesi dilaksanakan perguruan tinggi, maka akan memberikan gelar, sementara oleh organisasi profesi belum jelas,” imbuhnya.
RUU PT ini mengategorikan perguruan tinggi negeri (PTN) ke dalam otonomi, semi otonomi, dan otonomi terbatas. Secara umum Johannes Gunawan menekankan, RUU PT ini sama sekali tidak memberi indikasi pemerintah lepas tangan membiayai pendidikan di pendidikan tinggi. “Kalau ada anggapan seperti itu, tidak benar. Tidak mungkinlah pemerintah lepas tangan menalangi pendidikan,” katanya.
PTN otonom mengelola aset keuangan secara otonom. Hanya saja masih terjadi tarik ulur dengan Kementerian Keuangan berkaitan dengan pengelolaan aset negara yang menjadi objek Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Jadi, PTN otonom akan mengelola keuangan secara atributif. Pengelolaan akademik ditangani Kemendiknas.
Masalah yang masih krusial untuk PTN kategori ini selain masalah keuangan, juga persoalan ketenagakerjaan dengan Kemenpan. Pegawai PTN Otonomi berstatus PNS yang dipekerjakan, namun Kemenpan tidak setuju.
Gunawan juga menjelaskan, persoalan lain di dalam RUU PT adalah pendidikan vokasi hingga Diploma IV yang setara dengan Sarjana Sains Terapan dan dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang Magister Terapan dan Doktor Terapan.[]
(Sumber : www.unhas.ac.id, M. Dahlan Abubakar adalah Kepala Humas Universitas Hasanuddin)