SEMARANG, KabarKampus – Mahasiswa Universitas Negeri Semarang (Unnes) menolak aturan yang mewajibkan mahasiswa Unnes menggunakan seragam. Aturan yang tertuang dalam SK Rektor No.30 Tahun 2016 tersebut, dianggap sebagai upaya “Jawanisasi” kampus Unnes dan bertolak belakang dengan prinsip Bhineka Tunggal Ika.
Dalam aturan yang ditentang mahasiswa itu, Unnes mewajibkan mahasiswa baru 2016 mengenakan pakaian batik selama tiga hari yaitu Selasa hingga Kamis. Sementara hari Senin mahasiswa diwajibkan menggunakan pakaian hitam dan putih.
Menurut salah satu mahasiswa yang enggan disebutkan namanya, batik memang budaya Indonesia yang harus dilestarikan. Namun bila penggunaan batik dipaksakan akan menjadi lelucon.
“Pemaksaaan batik terhadap mahasiswa bertolak belakang dengan prinsip Bhineka Tunggal Ika,” katanya.
Bagi mahasiswa yang masih kental logat Jawa ini, kampus Unnes memang terletak di Jawa Tengah. Namun mahasiswa Unnes tidak seluruhnya berasal dari Jawa. Oleh karena itu ia menilai pemaksaan seragam batik bagi mahasiswa Unnes adalah bentuk Jawanisasi Unnes.
“Kalau satu hari boleh saja. Tapi kalau tiga hari seolah kampus Unnes itu kampus Jawa,” tegasnya.
Sementara itu mahasiswa Unnes yang lain yang juga tidak mau disebutkan namanya mengatakan, Unnes adalah kampus yang terdiri dari beragam budaya di Indonesia. Tidak sedikit mahasiswa Unnes yang berasal dari daerah lain di luar Jawa.
“Lalu kenapa mahasiswa harus memakai batik dari hari Selasa hingga Rabu? Saya menolak aturan itu,” katanya.
Selain itu menurutnya, seragam seperti itu tidak ada hubungan dengan intelektualitas mahasiswa. Justru seragam seperti itu seperti anak SMA.
“Buat apa pakai seragam bagus, kalau kita ngga nyaman,” tambahnya.
Kedua mahasiswa ini mengaku, enggan menyebutkan namanya, karena pihak rektorat saat ini akan memberi surat peringatan kepada mahasiswa yang kritis terhadap kampus. Bahkan memanggil orang tua hingga mencabut beasiswa bidik misi,
“Berkaca dari sana, kami tidak mau dulu menyebutkan nama kami,” jelas salah satu mahasiswa.[]