More

    Urgensi Pendidikan Politik di Indonesia

    Penulis: Dadan Ridwan Fauzi*

    Ilustrasi / 123RF.com

    Isu politik dewasa ini sedang mendominasi wacana media massa di Indonesia. Layaknya gula yang sedang dikelilingi semut, seperti itulah media yang memberitakan kondisi politik saat ini. Hampir semua isi media massa memberitakan isu politik terkini yang begitu panas.

    Namun kondisi politik yang terjadi justru saling mempertontonkan perebutan kekuasaan secara tidak sehat. Para penjabat yang memiliki kekuasaan melupakan janji – janjinya seiring dengan kursi kekuasaan yang diperoleh. Mereka seolah tidak terima dengan kemenangan dan popularitas sang rival, hingga berusaha mencari kesalahan agar dapat digulingkan.

    - Advertisement -

    Bagi bangsa Indonesia, politik merupakan entitas yang kurang disukai, bahkan dibenci. Hal ini karena prilaku para politikus yang tidak konsisten, antara ucapan dan tindakan di lapangan berbeda. Politik kita terlalu banyak mempertontonkan konflik bahkan banyak mencampuradukan kepentingan politik dengan isu SARA. Sehingga menimbulkan kekerasan  yang menyebabkan banyak rakyat yang menjadi korban, baik secara fisik maupun jiwa.

    Selain itu banyak politikus yang terjerumus kedalam prilaku-prilaku yang tidak terpuji menyangkut harta dan negara (korupsi), baik di tataran eksekutif, legislatif bahkan yudikatif. Hal ini mengakibatkan timbulnya sikap apatisme di masyarakat. Sehingga mereka terjatuh ke dalam jurang kehidupan yang pragmatis, hedonis, malas, bahkan banyak pula yang dijadikan sebagai masa bayaran untuk menjatuhkan salah satu kubu lawan politik. Padahal sejatinya dalam kehidupan politik memerlukan pemikiran yang cerdas serta kerja keras, bukan hanya asal gilas.

    Pandangan masyarakat terhadap politik sedemikian negatif. Padahal, politik tidak lah seburuk yang dibayangkan dan dirasakan bangsa Indonesia. Politik hanyalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat. Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional. Sejatinya politik adalah usaha yang ditempuh oleh warga negara untuk mewujudkan kesejahteraan bersama. Di Eropa setiap guru dan dosen dibekali ilmu politik, sehingga mereka bisa mengajarkan bagaimana mereka bisa membuat keputusan terbaik. Dengan pendidikan politik, maka politik tidak menjadi tumpang tindih. Sementara di di Indonesia politik masih tumpang tindih dan politik dipegang bukan oleh orang yang bukan bidangnya, sehingga hanya memikirkan keuntungan bukan kesejahteraan.

    Melihat kompleksitas permasalahan tersebut, maka politik dan pendidikan politik bagi Negara dan bangsa Indonesia saat ini sangat strategis dan urgent. Hal itu karena eksistensi sebuah negara sangat ditentukan oleh sikap serta kedewasaan politik masyarakatnya. Harus diakui saat ini orientasi politik bangsa Indonesia masih berorientasi ke arah barat khususnya Amerika ataupun negara maju lainya seperti Cina. Bangsa Indonesia belum berani dan percaya diri untuk menerapkan budaya politik sendiri.

    Dalam kaitan pendidikan politik ini, A. Kosasih Djahiri (1995 :18) menyatakan bahwa “Pendidikan politik adalah pendidikan atau bimbingan, pembinaan warga negara suatu negara untuk memahami mencintai dan memiliki rasa keterikatan diri (sense of belonging) yang tinggi terhadap bangsa negara dan seluruh perangkat sistem maupun kelembagaan yang ada”. Sedangkan dalam Inpres No:12 tahun 1982 tentang pendidikan politik generasi muda (1982:2) menjelaskan bahwa: Pada prinsipnya pendidikan politik bagi generasi muda merupakan rangkaian usaha untuk meningkatkan dan memantapkan kesadaran politik dan kenegaraan guna menunjang kelestarian pancasila dan UUD 1945 sebagai budaya politik bangsa. Pendidikan politik juga harus merupakan bagian proses pembaharuan kehidupan politik bangsa Indonesia yang sedang dilakukan dewasa ini dalam rangka usaha menciptakan suatu sistem politik yang benar-benar demokratis, stabil, dinamis, efektif dan efesien.

    Dengan demikian pendidikan politik berupaya merubah warga negara agar dapat memiliki kesadaran politik,  memahami dan memiliki rasa keterikatan diri yang tinggi terhadap bangsa negara dan seluruh perangkat sistem maupun kelembagaan yang ada. Itu artinya memiliki kesadaran politik berarti memiliki keterpaduan aspek kogitif, afektif dan prikomotor dari individu. Sehinga seluruh masyarakat Indonesia baik pemerintah maupun rakyatnya akan memiliki kesadaran dalam berpolitik

    Sejumlah peristiwa politik, prilaku elite politik, dan partai politik yang buruk adalah kenyataan politik di Indonesia. Ketiga hal tersebut sesungguhnya, baik secara langsung maupun secara tidak langsung telah mendidik watak politik warga negara menjadi sebuah budaya. Misalnya, partai politik seharusnya membangun sistem politik yang mapan. Namun kenyataannya, partai politik selalu dikaitkan dengan seseorang. Misalnya, PDIP selalu dikaitkan dengan Megawati; Gerindra dikaitkan dengan Prabowo; dan Partai Demokrat tidak bisa dipisahkan dari SBY, dan sebagainya. Padahal, politik yang dikaitkan dengan seseorang adalah politik dinasti. Oleh karena itu, urgensi pendidikan politik di Indonesia saat ini sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi, apalagi menunda sampai banyak korban berjatuhan akibat penerapan budaya politik yang tidak sehat.

    Pendidikan politik harus segera digalakan kembali disetiap lini kehidupan, baik lewat intitusi pemerintah maupun non pemerintah, baik secara formal maupun nonpormal. Sehingga permasalahan sosial yang begitu berbahaya seperti berita hoax, manuver politik saling tikam, dan perpecahan akibat isu SARA bisa segera diatasi. Karena ketika pendidikan politik sudah berjalan dan dapat dipahami, maka setiap warga negara Indonesia akan turut membangun masyarakat dan negaranya. Selain itu, mereka akan aktif dalam usaha mendinamisir dan merenovasi lembaga masyarakat beserta sistem politiknya maka akan menciptakan warga negara yang baik dan pintar ( good and smart cityzenship ).

    Dan yang terpenting adalah pada setiap sarana pendidikan politik yang ada, haruslah melaksanakan tuganya dengan baik yaitu mencerdaskan dan memberikan pemahaman kepada mahasiswa dan rakyat secara baik, bukan malah “menyesatkan atau membodohi” rakyat. Selain itu di dalam pelaksanaan pendidikan politik sebaiknya tidak dilakukan secara indoktrinatif . Sebab, dengan sosialisasi secara indoktrinatif akan menghasilkan pribadi yang kaku, fanatik, pandangannya sempit, mentalnya “dungu dan kacau”, sehingga kedepan perilakunya akan cenderung menentang hati nuraninya sendiri dan realita yang dihadapi, serta akan menentang kehendak dan aspirasi umum.

    Sejatinya politik ini layaknya sebuah pisau. Bila pisau tersebut di gunakan oleh ibu rumah tangga untuk memasak maka pisau akanlah sangat bermanfaat dan akan tersedia hidangan yang lezat untuk keluarga. Namun beda cerita bila pisau tersebut di gunakan oleh pembunuh. Maka yang terjadi adalah sebuah kesedihan dan kesengsaraan yang terjadi. Begitu pula dengan politik, ia bisa menjadi sebuah alat untuk mencapai sebuah kebahagiaan atau malah menjadi sebuah alat penghancur yang mendatangkan kesengsaraan.[]

    *Penulis adalah mahasiswa PKN UPI Bandung dan Ketua Umum UKM Lembaga Kajian Kebudayaan Islam Indonesia

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here