More

    “Kemerdekaan” dan Nasib Perempuan Indonesia

    Penulis: Ranti Rusmiati, Aktivis HMI Komisariat STT Tekstil Bandung

    Ranti Rusmiati

    Sejak tahun 1945 bangsa Indonesia telah dinyatakan menjadi bangsa yang merdeka. Secara harfiah berarti seluruh warga masyarakat baik itu perempuan ataupun laki laki telah bebas dari penjajahan dan penindasan dalam bentuk apapun. Setiap individu memiliki hak untuk menentukan keputusan dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan preambule Undang Undang Dasar 1945.

    Namun, realitanya yang terjadi di negara ini jauh dari kata merdeka, khususnya bagi kaum perempuan. Jika dikatakan merdeka adalah bebas berkehidupan dan bebas dari penindasan, saya rasa hal itu belum terwujud sepenuhnya. Hal ini disebabkan oleh budaya patriarki peninggalan zaman penjajahan yang masih melekat dan dipertahankan oleh masyarakat Indonesia.

    - Advertisement -

    Patriarki adalah budaya dimana kaum laki laki yang menjadi manusia kelas satu, sedangkan perempuan selalu dipandang sebagai entitas kedua dalam berkehidupan. Efek yang ditimbulkan dari budaya ini adalah perempuan menjadi disepelekan dan hanya di tempatkan di ruang domestik. Ada istilah yang sering kita dengar di masyarakat bahwa tempatnya perempuan adalah “dapur, kasur, sumur”. Kebanyakan perempuan di Indonesia hari ini seakan pasrah dilabeli dengan dogma-dogma sisa zaman penjajahan seperti itu. Padahal hari ini bangsanya telah merdeka.

    Perempuan yang berkiprah di wilayah publik masih menjadi bahan perbincangan dan banyak dicemooh. Perempuan yang mengejar pendidikan setinggi mungkin justru dicibir habis oleh masyarakat. Dalam alinea ke empat pembukaan UUD 45 disebutkan bahwa cita-cita bangsa ini adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, lantas ketika para perempuan berusaha menjadikan diri mereka cerdas hal tersebut malah menjadi suatu hal tabu di tengah masyarakat.

    Merdeka bermakna bebas. Baik laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama dalam mengembangkan diri. Perempuan di Indonesia hari ini sudah banyak yang turut bekerja di wilayah publik demi mencukupi kebutuhan rumah tangga. Banyak diantaranya yang bekerja sebagai buruh pabrik tekstil maupun pabrik garmen. Perempuan kalangan buruh memiliki peran penting dalam keberlangsungan produksi pabrik. Namun perlakuan yang mereka terima bisa dikatakan kurang layak. Perlakuan diskriminasi banyak di terima oleh para buruh perempuan di Indonesia. Diskriminasi mengenai pekerja telah di atur dalam Undang Undang RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pada Pasal 6 yang berbunyi “Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha”. Fakta yang terjadi di lapangan adalah masih terjadi banyak diskriminasi yang diterima oleh para buruh perempuan di Indonesia dan dibiarkan begitu saja.

    Dalam salah satu penelitian yang dilakukan oleh Abu Mufakhir dan Alfian Al Ayubby di sebuah kawasan industri tekstil di dapatkan fakta yang menyedihkan mengenai diskriminasi terhadap buruh perempuan diantaranya seperti upah yang bayarkan tidak sesuai dengan UMP, status perempuan yang telah menikah dijadikan lajang agar upah yang dibayarkan murah, pelecehan seksual yang dilakukan atasan maupun sesama buruh laki-laki dan beban kerja yang tinggi untuk ibu hamil. Terdesak oleh kebutuhan kebanyakan buruh perempuan ini tidak berani melawan karena tidak ingin kehilangan pekerjaanya. Buruh perempuan Indonesia dengan terpaksa harus menerima perlakuan diskriminasi tersebut agar anak anaknya tetap bisa bersekolah.

    Label merdeka yang dimiliki negara ini seharusnya sudah cukup untuk menjadikan kehidupan masyarakatnya makmur. Tidak ada ketimpangan antara laki-laki dan perempuan. Perempuan hari ini seharusnya sudah berani untuk menuntut hak-haknya. Berani melawan diskriminasi yang selama ini di abaikan. Pada tahun 1932 Sukarno pernah berkata “Saat ini perjuangan kaum perempuan yang terpenting bukanlah demi kesetaraan, karena di bawah kolonialisme kaum laki-laki juga tertindas. Maka bersama dengan laki-laki, memerdekaan Indonesia. Karena hanya di bawah Indonesia yang merdekalah kaum perempuan akan mendapatkan kesetaraanya”. Nampaknya setelah merdeka selama 71 tahun cita-cita Sukorno belum terwujud.

    Tanggal 08 Maret diperingati sebagai Hari Perempuan Internasional. Peringatan ini di latar belakangi oleh demonstrasi besar besaran yang dilakukan oleh buruh perempuan pada tahun 1957. Perempuan yang bekerja sebagai buruh pabrik tekstil di New York City menuntut lingkungan kerja dan upah yang lebih baik. Peristiwa ini menginpirasi banyak pergerakan perempuan di dunia untuk memperjuangkan hak-haknya dan menolak diskriminasi terhadap perempuan.

    Indonesia sendiri banyak memiliki cerita tentang pergerakan perempuan sejak zaman penjajahan dulu, seperti Sarekat Rakyat yang mengorganisir buruh perempuan yang bekerja di perkebunan untuk berunjuk rasa menuntut kesejahteraan di tahun 1926. Tokoh pergerakan perempuan Sarekat Rakyat seperti Munasih dan Sukaesih saat itu tidak hanya berbicara mengenai pembebasan kaum perempuan tetapi juga perjuangan sosalisme dengan kemerdekaan sebagai jembatannya. Tahun-tahun berikutnya pergerakan perempuan mulai berkembang dengan diadakannya Kongres Perempuan pada tahun 1928. Sejak saat itu mulai muncul organisasi perempuan yang radikal menentang poligini (perceraian sepihak oleh laki-laki), poligami dan menolak keberadaan pemerintah Kolonial.

    Sejak jaman penjajahan perempuan Indonesia telah memiliki pola fikir mengenai kebebasan terhadap diri mereka sendiri. Perjuangan untuk mendapatkan kesetaraan dalam berkehidupan dan tidak selalu dijadikan manusia kelas dua. Namun tidak dapat di pungkiri bahwa pergerakan perempuan hari ini semakin berkurang. Perempuan Indonesia hari ini cenderung pasrah dan menerima nasib tanpa mau berjuang.

    Di era modern ini sudah seharusnya perempuan Indonesia lebih cerdas dalam memandang kehidupan dan hak-hak yang seharusnya didapatkan. Sudah saatnya bangkit dan berani menyuarakan perlakuan diskriminasi yang di dapatkan. Dalam Al-Quran surat Al-Hujarat ayat 13 di sebutkan bahwa “…sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu (laki-laki dan perempuan) adalah yang paling bertaqwa”. Jadi pada intinya semua manusia sama derajatnya di hadapan Tuhannya kecuali ketaqwaannya.

    Sudah saatnya pergerakan perempuan bangkit kembali demi terwujudnya kehidupan yang lebih baik bagi kaum perempuan di Indonesia. Perempuan pantas mendapatkan hak nya mengembangkan diri, berpendidikan tinggi, berkehidupan layak dan tidak mendapatkan diskrimnisasi dalam hal apapun. Mengutip dari sebuah hadist Rosulullah saw “Perempuan adalah tiang negara, jika baik perempuannya maka baiklah negaranya dan jika rusak perempuannya maka rusak pula negaranya”.

    Selamat Hari Perempuan Internasional. Semoga seluruh perempuan di Indonesia bisa mendapatkan kemerdekaan sesuai dengan maknanya ke-merdeka-an itu sendiri.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here