More

    Gaj Ahmada dan Remaja Digital

    Penulis : Mody Afandi

    Ilustrasi Gadjah Mada dalam game Civ War : Sumber : Youtube

    Beberapa hari sebelum telepon genggam diisi beragam kata-kata mutiara, permintaan maaf khas lebaran, tetiba grup WA yang begini banyaknya dalam telepon genggam saya, secara seragam, mengupas semacam berita “ajaib”.

    Di bulan ujian bagi para muslim, telah ditemukan fakta tak berdasar perihal seorang patih majapahit, bernama Gajah Mada, yang dikenal dengan sumpah palapa, diketahui nama aslinya atau (setidaknya selama ini kita salah sebut) nama aslinya. Jadi, selama ini Gajah Mada nama aslinya adalah Gaj Ahmada.

    - Advertisement -

    Dengan nama belakangnya Ahmada, sudah barang lumrah, sang penemu fakta merujuk bahwa Gaj Ahmada adalah seorang penganut agama Islam. Coba bayangkan patih majapahit melantangkan sumpah palapa sambil bersorban dan menenteng tasbih. Jujur, saya kesulitan membayangkan.

    Dalam dunia digital, semua warga WA grup ambil suara, alakadarnya sumbang pendapat dalam diskusi ini. Mereka menghadirkan beragam pendapat, tak ingin ketinggalan momentum berharga.

    Selama ini saya yang mengambil posisi, sebagai pembaca pasif di beragam grup WA, tergelitik juga akhirnya, untuk ikut komentar dalam bentuk artikel ini. Bukan karena saya baru menyelesaikan buku Kakawin Negarakertagama; teks dan terjemahan, karya Damaika dkk.

    Justru karena saya melihat bahwa fenomena Gaj Ahmada ini adalah cerminan bahwa dalam dunia digital, semua orang di dunia mengalami sebuah proses pendewasaan dunia digital. Sebuah masa yang canggung, mirip proses pendewasaan para remaja dalam dunia analog.

    Dalam proses pendewasaan dunia analog, semua remaja mengalami sebuah fase “uniformity”, sebuah masa dimana semua orang bertindak seragam, berbicara seragam dan berpikir seragam. Keseragaman ini sebagai sebuah upaya, untuk mengikat kesadaran bersama sebagai sebuah kelompok yang utuh.

    Selain keseragaman, remaja juga piawai pencarian “authencity”, dalam hal ini memadu padankan sesuatu yang tadinya tidak berhubungan, sebagaimana fashion celana cutbray bagi anak remaja sekarang, mereka memadukan barang lama dengan suatu yang sifatnya baru, dengan pengakuan bahwa celana cutbray yang sudah dikenal sejak jaman tahun 70-an, adalah hal otentik dan asli pada masa mereka. Belakangan ketahuan bahwa penyebar trend celana cutbray adalah para musisi.

    Tak pelak lagi, dalam kasus Gaj Ahmada yang viral ini, ada suatu “uniformity” yang dilakukan para warga saat bergulirnya berita ini, yaitu melakukan penyeragaman pendapat baik secara sadar ataupun tidak. Keberadaan pendapat yang seragam, mengikat kesadaran bersama sebagai kelompok yang utuh.

    Lain pihak, saat berkomentar dalam momentum ini, semua orang melakukan “authencity”, dalam mengeluarkan beragam argumen yang disadur dari beragam sumber, baik yang mencuplik dari grup tetangga yang bersumber dari Google, maupun yang rada niat dengan jalan menyadur dari ayat suci lewat google, atau sekedar kutipan kata bijak, dari sumber yang sama yaitu Google. Ini mengingatkan, betapa aslinya pendapat yang kita ungkap, asli buatan Google.

    Perihal Gaj ahmada, tidak hanya sebatas di perbincangan warga WA grup, media sosial dan media digital juga ikut latah ikut seragam berbicara soal Gaj Ahmada, sebagai pertanda bahwa kedewasaan, belum terjadi pada saya dan warga grup WA dalam telepon genggam saya. Jangan sedih, semua ini gejala mayoritas warga dunia digital. Kita semua dalam masa remaja, belum mengalami dewasa secara digital. Dalam dunia digital, kita semua sedang dalam masa gejolak hormonal. Sedang dalam puncaknya bau kencur, jerawatan dan baper.

    Bagi saya fenomena Gaj Ahmada adalah “cek ombak”, karena sebagian yang menggunakan logika ilmu pengetahuan, melihatnya sebagai ujian kecerdasan, sebagian lain melihatnya ujian keimanan. Bukankah ujian melekat dengan remaja dalam iklim pendidikan modern? Konsekuensinya, proses pendewasaan ini harus kita lalui serempak, lewat ujian intelejensi satu, menuju yang lainnya, agar naik kelas.

    Nah, Setelah ini, apa lagi yang kita seragamkan pendapat dan aslikan penegasannya wahai remaja digital? Kapal phinisi peninggalan Nabi Nuh?

    *Pegiat Budaya

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here