JAKARTA, KabarKampus – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta meminta Anies Baswedan mencabut dan meminta maaf atas penggunaan istilah “pribumi” dalam pidato perdananya sebagai Gubernur DKI Jakarta, Senin, 16/10/2017). Mereka menilai istilah tersebut bertentangan dengan ketentuan hukum dan menyulut sentimen primordial antar kelompok.
“Pemilihan penggunaan istilah “pribumi” dalam pidato resmi pejabat negara kontraproduktif dengan upaya mendorong semangat toleransi dan keberagaman,” kata Alghiffari Aqsa, Direktur LBH Jakarta dalam keterangan persnya, Kamis, (19/10/2017).
Sayangnya, kata Alghiffari, banyak pejabat negara, termasuk Anies Baswedan, masih kerap menggunakan istilah tersebut. Padahal penggunaan istilah “pribumi” di lingkungan pemerintahan telah dicabut sejak diterbitkannya Instruksi Presiden RI Nomor 26 Tahun 1998 tentang Menghentikan Penggunaan Istilah Pribumi dan Non Pribumi untuk mengakhiri polemik rasialisme terhadap kelompok Tionghoa di Indonesia.
“Penggunaan istilah “pribumi” dalam pidato publik juga melanggar semangat penghapusan diskriminasi rasial dan etnis yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis dan Konvensi Internasional,” tambahnya.
Oleh karena itu, kata Alghiffari, LBH Jakarta mendorong Anies agar mengingat kembali janji kampanyenya untuk menjadi pemersatu bagi warga DKI Jakarta yang beragam. Anies juga diminta untuk tidak mengeluarkan sikap ataupun pernyataan politik yang berpotensi menyulut kebencian.
“Mengingat politisasi isu identitas agama, ras, dan golongan semakin marak terjadi sejak ajang Pilkada DKI Jakarta beberapa waktu lalu,” terangnya.
Alghiffari berharap, pidato Anies kemarin menjadi momentum bagi semua, untuk berhenti menggunakan istilah pribumi dan non pribumi sebagaimana telah diinstruksikan pada awal reformasi. Terutama pejabat publik, termasuk Presiden dan Menterinya.[]