More

    Memahami Dunia Merawat Indonesia

    Pagi di KaKa Cafe, Kota Bandung, sebanyak 39 orang anak muda melakukan upacara Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 2019. Meski tak formal, upacara bendera ini memiliki pembina upacara, komandan upacara, serta nyanyian lagu Indonesia Raya tiga stanza.

    Kemudian acara dilanjutkan dengan kajian sistem politik dunia dan sejarah lambang Negara. Kajian ini diisi oleh Desmond S Andrian, Kurator Museum Konferensi Asia Afrika.

    Upacara bendera yang dilanjutkan dengan pelatihan tersebut merupakan rangkaian Pendidikan Dasar Geostrategy Study Club yang berlangsung selama dua hari dari tanggal 17-18 Agustus 2019. Kegiatan ini merupakan pendidikan dasar anggota GSC angkatan kedua.

    - Advertisement -

    Geostrategy Study Club merupakan kelompok studi yang diiniasiasi oleh KabarKampus.com. Lahir 15 Oktober 2017. Menjelang usianya yang ketiga tahun, GSC telah menggelar sebanyak 34 kelas kritis dengan berbagai tema, seperti politik, ekonomi, sastra, budaya, filsafat dan sebagainya.

    “Selama tiga tahun GSC berdiri, baru tahun ini kami melakukan pendidikan dasar anggota, karena animo anak muda terhadap GSC sangat tinggi. Melalui pendidikan dasar ini, kami ingin GSC lebih metodologis dan kesadaran terhadap geopolitik dan geostrategi lebih tertata,” kata Furqan AMC, Sekretaris Jenderal GSC di sela-sela pendidikan dasar angkatan kedua di KaKa Café, Bandung, Sabut, (17/08/2019).

    Menurut Furqan, GSC lahir dari semangat untuk mengartikulasi berbagai isu internasional yang masuk ke Indonesia secara sporadis dalam beberapa tahun kemarin. Banyak isu yang masuk, kemudian dikonsumsi dengan liar dan dangkal oleh publik, tanpa kapasitas yang memadai.

    Sehingga lanjutnya, banyak kekeliruan dalam menarik kesimpulan. Bahkan seiring banyaknya hoax di Indonesia, hoax pada isu internasional juga ikut berkembang di Indonesia.

    Oleh karena itu Furqan memandang, mereka perlu untuk mendorong para intelektual yang memiliki kapasitas pada isu internasional untuk bicara atau diberikan panggung lebih banyak. Sehingga masyarakat memiliki filter yang baik dan jernih dalam menganalisa isu internasional.

    “Selama ini, banyak sekali isu geostrategi yang dibahas tanpa kompetensi yang memadai,” ungkap Furqan.

    Selain itu tambahnya, mereka juga menyadari para pendiri bangsa adalah orang yang memahami geopolitik dan geostrategi secara komprehensif. Meskipun mereka tidak belajar sekolah formal Hubungan Internasional, namun kemampuan memahami dunia dengan memetakan geopolitik dan geostrategi secara tepat itulah yang kemudian membuat para pendiri bangsa mampu mengambil sikap yang tepat untuk menginisiasi kemerdekaan.

    “Salah satunya adalah, pledoi Indonesia Menggugat Soekarno. Ia sangat lugas mengurai politik imperialisime dan kolonialisme. Tindakanya itu tidak hanya berdampak pada kemerdekaan Indonesia, namun juga kemerdekaan bangsa-bangsa Asia Afrika,” terang Furqan.

    Desmond S Andrian mengisi salah satu materi GSC.

    GSC Angkatan II

    Pendidikan Dasar atau pendidikan anggota yang bertepatan dengan hari Kemerdekaan Indonesia kali ini adalah yang untuk kedua kalinya. Sebelumnya telah digelar dari tanggal 20 hingga 21 Juli 2019 dengan jumlah peserta sebanyak 20 orang. Namun kali ini minat peserta lebih besar lagi mencapai 39 peserta.

    Sama halnya pada angkatan pertama, para pengisi materi GSC diantaranya adalah Desmond S Andrian, Kurator Museum Asia Afrika Bandung yang juga dosen Hubungan Internasional dan Wim Tohari Danialdi, Dosen HI yang juga penulis produktif di Kota Bandung. Kemudian Virtuous Setyaka kandidat Doktor Hubungan Internasional Unpad dan Dosen HI di Universitas Andalas, serta Furqan AMC Sekjend GSC, Aktivis 98, juga CEO KabarKampus.com.

    Para peserta GSC berasal dari berbagai kalangan dan pendidikan, mulai dari pekerja, mahasiswa S1 bahkan ada yang sedang menempuh pendidikan S3. Selain itu pesertanya juga tidak hanya dari Kota Bandung, paling jauh berasal dari Ternate, Maluku Utara.

    Empat Hari, Empat Malam Untuk GSC

    Peserta terjauh tersebut adalah Vino Stoevsky, mahasiswa IAIN Ternate, Maluku Utara. Vino sengaja datang ke Bandung selama empat hari perjalanan laut dan darat untuk mengikuti GSC.

    “Saya kenal GSC, karena membuka situsnya Dina Sulaeman, pengamat politik Timur Tengah. Dia banyak menuliskan soal diplomasi intenasional dan hubungan Negara-negara Timur Tengah. Kemudian banyak teman-teman GSC yang terlibat perdebatan di Media Sosial Dina Sulaeman,” ungkap Vino.

    Dari sana Vino termotivasi untuk ke Bandung. Tidak hanya ingin mengkaji masalah Timur Tengah, namun juga untuk terlibat dalam mengkaji selain isu Timur Tengah. Ia ingin lebih memahami hal baru seperti pergeseran geopolitik, geoekonomi yang semakin memanas akhir-akhir ini di tanah air.

    Selain itu tambah Vino, ia juga ingin merefleksikan nilai-nilai sejarah geopolitik dan geostrategi di Kota Bandung. Di kota kembang ini juga mengingatkannya sejarah perjuangan Soekarno dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dan bangsa-bangsa Asia Afrika.

    “Saya berharap pulang ke Maluku nanti bisa menyampaikan ke teman-teman, sudah saatnya membangun kesadaran geopolitik untuk menghadapi ancaman internasional yang menghegemoni. Selain itu saya juga ingin membangun komunitas di Ternate. Ia ingin pulang dengan perjuangan politik baru yaitu bagaimana membangun Maluku Utara dengan geostrateginya agar mampu menetralisir konflik yang selama ini berkepanjangan di Maluku Utara seperti sengketa lahan dan pertambangan,” ungkap Vino yang juga aktivis PMII ini.

    Selain Vino terdapat juga mahasiswi asal Bandung yang menjadi peserta pelatihan GSC. Dia adalah Rahyang Dewi Wulan Sari, mahasiwi International Women University, jurusan Hubungan Internasional.

    Lebih Kritis

    Perempuan yang akrab disapa Wulan ini mengaku, ingin lebih dalam mengkaji geopolitik dan geostrategi bersama GSC. Setelah mengikuti pelatihan, ia merasa lebih sadar apa yang terjadi dengan negaranya dan juga politik dunia.

    Menurutnya, ketika melihat isu internasional baik yang dibicarakan publik maupun media massa, ia tak langsung menerimanya. Ia mencoba untuk mengetahui asal-usul peristiwa dan memahami penyebabnya lebih jauh.

    “Selain itu memberikan saya kesadaran sebagai masyarakat harus berbuat apa di tengah masyarakat dan apa yang harus diperjuangkan,” terangnya.

    Menularkan Energi GSC

    Berfoto bersama usai pelatihan GSC.

    Furqan AMC mengungkapkan, setelah mengikuti pelatihan ini, ia mengharapkan para anggota untuk menjadi garda terdepan dalam membumikan pancasila. Tidak hanya sekedar jargon dan simbol, namun juga menjadi falsafah yang dipraktekkan dalam kehidupan bermasyarakat, mulai dari kehidupan berteman, berkelompok, dan berorganisasi.

    “Mereka juga diharapkan bisa menerapkan prinsip-prinsip gotong-royong,” jelas Furqan.

    Namun dalam merawat Indonesia, lanjut Furqan, mereka tidak bisa sendiri. Sehingga energi ini harus ditularkan seluasnya dengan jumlah kader yang lebih banyak lagi. Saat ini mereka sedang mengembangkan GSC di berbagai kota di Indonesia.

    “Kami berusaha agar gerakannya lebih terukur, karena kaderlah tolak ukurnya. Mereka bisa kampanye di lingkungan masing-masing,” tutup Furqan.

    Selain di Bandung, saat ini kelompok studi “GSC” telah ada di sejumlah kota di Indonesia, seperti Padang, Jambi, Yogyakarta, Solo, Malang, Bali, dan Makassar.

    - Advertisement -

    1 COMMENT

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here