Imanha
BANDUNG, KabarKampus – Komunitas seni Toneel Bandung menggelar Festival Longser ke-7 se-Jawa Barat dan Banten di Gedung Kesenian Dewi Asri Institut Seni Badaya Indonesia (ISBI) Bandung, Jalan Buah Batu 212 Kota Bandung. Festival teater tradisional yang berlangsung tanggal 20-23 November 2019 itu mengusung tema Industri 4.0.
Festival dua tahun sekali itu diikuti 15 kelompok teater remaja dari Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menegah Kejuruan (SMK) se-Jawa Barat dan Banten. Menurut Tatang, Ketua Panitia Festival Longser, cerita dalam longser banyak mengangkat peristiwa yang sedang hangat dibicarakan. “Seperti halnya sekarang, dunia sedang terpusat pada peradaban baru yaitu industri 4.0,” kata Tatang di sela acara.
“Maka dalam festival longser tahun 2019 ini kami angkat tema industri 4.0. Selain industri ini sudah mulai akrab dengan para remaja di kita, kami juga ingin mengajak mereka untuk tetep mencintai tradisinya dan memanfaatkan teknologi digital ke arah yang lebih positif dan dapat menggankat harkat serta martabat seni tradisional seperti longser di tengah peradaban industri tersebut,” lanjut Tatang.
Festival yang selalu melibatkan murid SMA/SMK ini hasil kerja sama Toneel Bandung dengan ISBI Bandung. Tujuannya untuk mengembangkan minat, menumbuhkan kecintaan dan apresiasia terhadap seni longser yang hidup di masyarakat.
Para peserta dinilai sebagai embrio-embrio yang menjadi harapan baru untuk terus melanggengkan seni longser sebagai teater tradisional dari tatar Sunda. Sehingga kesenian ini tetap diminati oleh seluruh lapisan masyarakat.
Guru besar ISBI Bandung Prof. Dr. Arthur S. Nalan mengapresiasi inisiatif kelompok Toneel Bandung yang memberikan kesempatan bagi anak muda untuk menyalurkan minat keseniannya lewat teater berbahasa lokal tersebut, yakni bahasa Sunda.
“Patut disyukuri kegiatan festival ini tetap berjalan dan masih dapat dukungan dari masyarakat penyangga, dari pemerintah, seniman dan budayawan. Diharapkan adanya festival memotivasi para peserta dalam mewarisi tradisi dengan cara baru sejalan dengan zamannya,” kata Arthur S. Nalan.
Rosid E. Aby, salah seorang dari juri festival longser, menyebutkan kegiatan ini sangat bermanfaat untuk pemeliharaan dan peningkatan seni budaya lokal atau daerah. Apalagi ini ditujukan bagi tingkat pelajar yang notabene berusia remaja. Menurutnya, mengenalkan budaya lokal memang perlu ditanamkan sejak dini.
Hermana HMT, praktisi longser yang juga juri festival, berharap kegiatan festival ini bisa digelar tidak dua tahun sekali tapi setahun sekali. Tujuannya agar kuantitas dan kematangan para pelaku longser di kalangan pelajar tetap terjaga. Ia menyebut pelajar tingkat SMA/SMK dalam menggeluti ekstrakuliler seni bisa dibilang terbatas, yakni ketika kelas 10 dan 11.
“Jika festival ini setahun sekali mereka memiliki kesempatan dua kali turut serta festival di kelas 10 dan 11, karena kelas 12 lebih konsentrasi pada persiapan ujian akhir kelulusan,” terang Hermana.
Di sisi lain, Hermana menyatakan belajar seni longser bermanfaat bagi peningkatan kecerdasan. Sebab longser adalah jenis kesenian yang komplek, di dalamnya terdiri dari seni musik, seni tari, seni akting, bahasa dan lawakan. Belajar seni longser berarti belajar mengenal dan memahami beberapa bangun kesenian. Percakapan yang banyak bumbu impropisasi dapat meningkatkan kemampuan berbahasa dan imajinasi. Lawakan yang terselip dalam tiap pecakapan dapat mengedurkan saraf-saraf yang tegang dan menjadi media relaksasi.
“Mengeluti seni longser bukan sekedar belajar kesenian, tapi tingkatkan kecerdasan pikiran, tubuh dan rasa,” jelas Hermana. Sehingga sudah selayaknya seni longser mendapat sokongan dari berbagai pihak terutama dari pemeritah baik berupa fasilatasi maupun pembiyaan.