More

    Mengenal Bahaya dan Cara Mengatasi Penyakit TBC

    BANDUNG, KabarKampus – Indonesia masih menjadi negara epidemi penyakit TBC, yaitu penyakit yang disebabkan kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini umumnya menyerang paru-paru, gejalanya berupa batuk yang berlangsung lebih dari tiga minggu.

    Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 2017, di Indonesia diperkirakan ada 1.020.000 kasus TBC. Namun dari data itu, belum separuhnya terlaporkan ke Kementerian Kesehatan.

    - Advertisement -

    Sementara menurut Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan RI yang melakukan Survei Prevalensi Tuberkulosis tahun 2013-2014, prevalensi TBC dengan konfirmasi bakteriologis Indonesia sebesar 759 per 100.000 penduduk berumur 15 tahun ke atas.

    Temuan kasus baru TBC sangat penting untuk dilakukan pengobatan sekaligus mencegah terjadinya penularan. TBC sendiri merupakan penyakit menular yang ditularkan lewat percikan batuk dari pasien. Gejala umum TBC ialah batuk, demam, nyeri dada, nafsu makan menurun, lemas, berat badan turun, dan keringatan pada malam hari.

    Dokter spesialis paru Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM), Yun Ambril bilang, secara sederhana penyakit TBC terjadi karena kuman yang ada di dalam tubuh. Kuman tersebut menimbulkan sakit.

    Kata Yun Ambril, untuk mendeteksi penyakit TBC harus melalui tes dahak di laboratorium. Tes dahak ini sudah menjadi patokan internasional. Sedangkan pengobatan untuk penyakit TBC biasanya berlangsung selama 6 bulan atau lebih.

    Selama 6 bulan tersebut pasien akan diberi obat pembunuh kuman TBC. “Obat ini diminum jangan berehenti minimal selama 6 bulan sampai dokter mengatakan berhenti. Kadang bisa lebih dari 6 bulan,” kata Yun Ambril, saat ditemui Kabar Kampus baru-baru ini.

    Bahkan pada kasus TBC yang kumannya sudah resisten, pengobatannya bisa berlangsung 18 bulan sampai 2 tahun. Pengobatannya pun berbeda dengan penyakit TBC biasa.

    Yun Ambril menjelaskan, TBC resisten terjadi karena kuman yang bandel atau kebal terhadap pengobatan. Dalam kasus ini, kuman TBC mampu mengubah diri menjadi lebih kuat. Pengobatan yang tidak disiplin atau tepat juga bisa menyebabkan kuman TBC menjadi resisten.

    “Kuman kan pengin maju. Pengin juga hidup lebih baik. Lalu pasiennya gak patuh minum obat, misalnya tidak 6 bulan,” katanya.

    Menurutnya, 90 persen kuman TBC menimbulkan gangguan pada selaput paru dan kelenjar. Sisanya bisa mengganggu organ tubuh lainnya seperti hidung, mata, tulang.

    Faktor resiko TBC antara lain perokok, kekurangan gizi, HIV/AIDS, dan lainnya. Faktor resiko ini bukanlah penyebab. Jadi tidak benar TBC disebabkan rokok. “Kuman gak ada hubungannya dengan rokok. Kuman cuma ada dalam paru-paru yang sakit,” katanya. Dengan kata lain, seorang perokok lebih rentan mengalami sakit paru walaupun bukan berarti perokok dipastikan mengalami penyakit paru seperti TBC.

    Mengenai faktor kekurangan gizi, Yun Ambril menjelaskan kondisi ini membuat pertahanan tubuh seseorang menurun sehingga memudahkan terinfeksi kuman. Kondisinya mirip pada kasus HIV di mana pertahanan tubuhnya rendah sehingga rentan terinfeksi TBC. []

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here