More

    Pembelajaran Jarak Jauh Timbulkan Kesenjangan antara “Si Kaya dan Si Miskin”

    JAKARTA, KabarKampus – Pemberlakukan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) untuk mencegah penyebaran Covid-19 menimbulkan kesenjangan pendidikan antara kelompok yang mampu dan tidak mampu. Masih banyak anak-anak yang tidak memiliki keleluasaan akses untuk mengikuti pembelajaran secara online.

    Hal ini diungkapkan  Retno Listyarti, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) “Dampak Sosial Ekonomi COVID-19 pada Anak-anak di Indonesia: Tantangan menjaga kesejahteraan anak saat pandemik”. Webinar ini digelar Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Senin, (11/05/2020).

    Tak sedikit dari orang tua yang tidak mampu memiliki masalah mulai dari akses listrik, internet, dan kemampuan membeli pulsa. Selain itu kemampuan komputer atau ponsel mereka juga tidak layak atau memadai untuk belajar jarak jauh.

    - Advertisement -

    “Dampaknya, mereka kehilangan kesempatan untuk mendapat pembelajaran yang layak. Padahal mendapat pendidikan adalah salah satu hak anak yang wajib dipenuhi oleh pemerintah,” kata Retno.

    Problem lain yang muncul dari PJJ, lanjut Retno adalah akses internet yang mahal dan tak mudah. Hal tersebut, membuat anak-anak kehilangan kesempatan untuk mendapat pendidikan yang layak.

    Sebab, ketika penghasilan orang tua turun drastis, maka kecukupan pangan menjadi tujuan utama. Sementara kebutuhan membeli pulsa internet dan pulsa ponsel tak dianggap sebagai prioritas. Padahal kemudahan akses internet adalah salah satu syarat untuk mengikuti pembelajaran jarak jauh.

    Oleh karena itu, Retno KPAI berharap pemerintah tak hanya memberikan subsidi pangan seperti sembako, tapi juga membuka akses internet gratis. Sehingga anak-anak dapat belajar dengan tenang dan aman.

    PJJ Tidak Efektif

    Selain persoalan ekonomi, KPAI juga menilai PJJ ini tidak efektif. Mereka telah menerima ratusan pengaduan terkait beban tugas sejak PJJ diberlakukan. Mayoritas pengadu adalah anak-anak usia sekolah menengah.

    Selain itu dari hasil penelitian yang KPAI, yang melibatkan 246 responden utama, 1.700 siswa pembanding, dan 602 guru, KPAI mendapat kesimpulan, PJJ membuat siswa kelelahan, kurang istirahat dan stress. 

    “Siswa mengatakan, selama PJJ kebanyakan guru hanya memberikan tugas dan menagih. Nyaris tak ada interaksi seperti tanya jawab langsung, atau guru menjelaskan materi. Ini yang memicu anak kelelahan dan kebingungan mengerjakannya. 73,2 persen guru hanya memberikan tugas dan tak ada interaksi. Alasan guru, anak tidak memiliki akses internet yang cukup,” ujar Retno.

    Dari hasil survey tersebut, ujar Retno, 76,7 persen menyatakan tidak suka belajar dari rumah. “Anak-anak stress. Mereka berjuang mengerjakan tugas bukan karena suka, tapi hanya untuk mengejar nilai,” ujarnya.

    Retno berharap isu ini harus menjadi perhatian pemerintah dan perhatian bersama. Sebab, pendidikan adalah hak dasar anak yang harus dipenuhi oleh negara.

    Webinar ini selain menghadirkan Retno dari KPAI juga menghadirkan Angga Dwi Matra, Spesialis Kebijakan Sosial UNICEF.[]

    - Advertisement -

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here