Oleh : Eka Dharmayudha
Anggota Geostrategy Study Club
Foto : Eddy Hasby
Sudah 22 tahun reformasi Indonesia berjalan. Namun Indonesia masih terombang-ambing dengan suasana politik dan ekonomi yang tidak stabil.
Sebuah survei yang dikeluarkan The Economist Intellegence Unit pada tahun 2019 menunjukkan indeks demokrasi Indonesia hanya berada di peringkat 64 dari 167 negara, dengan nilai sebesar 6,48.
Sungguh ironi bagi negara besar yang digadang-gadang sebagai calon kekuatan ekonomi global di masa depan ini. Lebih ironi lagi karena posisi Indonesia jauh di bawah negara tetangga Malaysia yang berada di posisi 43 dengan nilai 7,16. Padahal sebelumnya Indonesia merupakan negara yang dijadikan contoh demokrasi bagi negara-negara Asia Tenggara lainnya, namun sekarang Indonesia seperti terjatuh dari kepemimpinannya di Asia Tenggara.
Lalu hal-hal apa saja yang menyebabkan Indonesia mengalami kemunduran demokrasi di era reformasi yang mengusung semangat kemerdekaan dan keadilan ini? Berikut beberapa hal yang bisa dijadikan alasan kemunduran demokrasi di Indonesia;
Sistem Ekonomi yang Berbasiskan Pasar
Kita tidak memungkiri bahwa kebijakan ekonomi pasca reformasi yang berbasiskan pada pasar dan investasi asing menyebabkan kultur dan sosial masyarakat Indonesia berubah total. Kondisi ini menyebabkan masyarakat menjadi terbelah-belah, terkepung jurang kemiskinan yang tajam hingga tak memiliki waktu untuk mengawasi kerja demokrasi karena waktunya telah habis untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
Selain itu, kebijakan ekonomi yang berbasiskan pada pasar menyebabkan ketidakstabilan perekonomian dalam negeri. Ini jelas terjadi beberapa kali ketika krisis-krisis pasca 98’ yang melanda Asia, Indonesia terlihat kepongahan menghadapi krisis global akibat dari lemahnya ketahanan nasional dalam menghadapi krisis global. Kondisi ini memicu masuknya modal asing dengan massif yang mengontrol perekonomian nasional, sekaligus mengontrol politik dalam negeri agar jalan bisnisnya tidak terganggu di Indonesia.
Politik Warisan Orde Baru Masih Melekat
Korupsi, kolusi, dan nepotisme masih mewarnai kehidupan bernegara Indonesia. Jika dulu praktek KKN berada di lingkaran kekuasaan pusat, kini praktek tersebut melebar hingga tingkat pemerintahan desa. Kondisi ini menyebabkan terkebirinya partisipasi masyarakat dalam demokrasi yang ujungnya tidak tersentuhnya rasa keadilan di masyarakat. Selain itu, warisan orde baru yang masih kerasa hingga hari ini adalah “bekas” elite orde baru yang masih memegang kendali politik nasional. Ini menyebabkan proses reformasi tersendat-sendat akibat dari kepentingan masa orde baru yang terus terbawa hingga hari ini.
Praktek Mayoritarianisme yang Terlalu Kuat
Praktek demokrasi menjadi terkekang akibat dari politik nasional dikuasai oleh kekuatan politik massa. Kekuatan massa ini mempengaruhi suasana sosial masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Dengan kekuatan massa, tekanan kebijakan publik mampu dipengaruhi untuk kepentingan kelompok tersebut yang seringkali mencederai keadilan bagi kelompok termarjinalkan. Selain itu, beberapa pemilu yang telah berlangsung, pengaruh kekuatan mayoritas seringkali mampu merubah hasil pemilu dengan menyebarkan teror dan ketakutan.
Terkikisnya Jati Diri Bangsa
Pengetahuan warga negara atas negaranya sendiri di era reformasi ini masih minim. Ini disebabkan oleh tidak beresnya sejarah yang tidak pernah diungkapkan oleh pemerintah. Akibatnya ialah pertentangan versi-versi sejarah menjadi hal yang lumrah terjadi di negara ini. Selain pertentangan mengenai keabsahan sebuah sejarah, masyarakat Indonesia juga secara sistematis dibuat melupakan karakter dirinya, yang tentu saja bersumber dari pandangan hidup yang terkandung dalam nilai-nilai Pancasila. Pancasila sendiri menjadi perdebatan yang tidak selesai di kalangan elite dan masyarakat yang justru diputuskan oleh pemerintah untuk melakukan penanaman ideologi secara radikal kepada masyarakat sesuai versi pemerintah yang tentu saja mengandung kepentingan tertentu untuk mempertahankan kekuasaan.
Pengetahuan yang lengkap dan benar atas sejarah, penanaman pandangan hidup yang sesuai dengan pemikiran aslinya, dan pelaksanaan konstitusi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara harus menjadi program utama negara dalam upayanya memperbaiki kehidupan demokrasi hari ini. Hal ini menjadi penting agar demokrasi kita tumbuh dengan semangat kebangsaannya yang murni dan mampu menyentuh keadilan bagi seluruh rakyatnya.
Demokrasi memang menjadi pilihan ketika reformasi diucapkan dan dilaksanakan. Dengan keterbukaan informasi dan keterbukaan partisipasi publik, demokrasi diharapkan mampu memperbaiki kesalahan fatal generasi sebelumnya untuk dijadikan bahan pembelajaran dalam rangka mencapai cita-cita konstitusi Indonesia. Dengan memperbaiki kesejahteraan masyarakat, hingga menuliskan sejarah sesungguhnya, demokrasi Indonesia akan menjadi sebuah sistem yang benar-benar bisa mewujudkan kemerdekaan dan keadilan yang selama ini ditunggu hasilnya oleh Bangsa Indonesia.
Tulisan ini merupakan rangkuman dari diskusi online mingguan via zoom meeting komunitas OTA English spada hari Sabtu 13 Juni 2020 yang mengangkat tema “Berpolitik dengan Bahagia dan Demokratis” yang dimoderatori oleh Eka Dharmayudha (Anggota Geostrategy Study Club) dan diikuti oleh hampir 30 peserta.