Oleh: Biiznillah*
Sekitar 60.000 tahun yang lalu. Di masa itu nenek moyang kita hidup dengan cara berburu dan meramu untuk bisa bertahan dalam menghadapi rintangan-rintangan alam demi keberlangsungan spesiesnya.
Dalam model kehidupan seperti ini, kekuatan kelompok adalah hal utama yang harus dipertahankan. Ikatan kelompok yang disatukan oleh rasa saling membutuhkan. itulah asal mula sikap tribalisme yang dimiliki manusia.
Kelak di kemudian hari sikap tribalistik ini mengilhami beberapa kelompok untuk membangun narasi keunggulan sukunya di hadapan suku-suku yang lain.
Pada saat nenek moyang kita menemukan pertanian sekitar 12.000 tahun lalu, mereka berhenti berburu. mereka membangun peradaban. hidup menetap dan beternak. Di saat itulah egaliteriansme dalam kehidupan tribalistik hampir punah.
Muncullah beberapa kalangan pemalas yang mengaku mendapat mandat dari makhluk-makhluk supernatural untuk menjadi sumbu dan simpul yang mempersatukan orang-orang dalam suatu suku. Sekelompok pemalas yang jago berdogeng ini kemudian menjadi pemimpin-pemimpin suku. Di saat ini, Loyalitas mulai dikenal.
Gabungan antara Tribalisme dan Loyalitas melahirkan sikap intoleran kepada suku lain. Kehadiran suku lain dalam kawasan sebuah suku dipandang dengan penuh kecurigaan. Proteksi terhadap wilayah menjadi hal yang sangat umum. Sukuku bukan sukumu, tanahku bukan tanahmu.
Di saat inilah Rasisme mulai dikenal. Hingga suatu saat rasisme ini berdiri di atas kubangan mayat dan darah atas nama konsep Pseoudesains bernama Eugenic.
Seiring perkembangan zaman dan kemajuan Sains, para saintis menemukan bahwa Ras bukanlah terminologi genetik. kita memiliki begitu banyak prekonsepsi yang melatar belakangi cara kita dalam memandang keberagaman manusia berdasarkan tipologi warna kulit, mata, rambut, hidung, dan bahkan mungkin kemaluan. kita sebut perbedaan-perbedaan ini dengan sebutan ras.
Namun pada abad ke 21 ini di mana Genome manusia telah diurutkan, kita menyadari bahwa Rasisme tidak memiliki basis saintifik dalam biologi. Tidak ada satupun tipologi manusia yang lebih unggul dari yang lain. Kita dapat membaca ini di jurnal-jurnal ilmiah bereputasi internasional untuk melihat banyak bukti bahwa rasisme adalah kebohongan terbesar yang pernah ada.
Dongeng-dongeng naratif yang disebarkan untuk mendukung superioritas suku tertentu baik itu karena alasan primordial ataupun agama tentu tidak layak dipercaya. Tidak ada keunggulan suatu suku tertentu apakah itu eropa, arab, asia, persia di hadapan sesamanya. Apakah itu cucu raja, nabi ataupun kawula biasa.
Kita semua satu keturunan dari proses evolusi yang panjang. Generasi yang lahir dari sebuah bakteri bernama Last Common Ancestor (LUCA). Terjebak rangkaian Evolusi yang panjang untuk memiliki tubuh seperti ini. Alam mengajarkan kita bahwa kita adalah sanak saudara. Manusia.
*Penulis adalah Dosen UIN FAS Bengkulu dan aktif sebagai peneliti PUSKAPP.