oleh: Mikhail Adam*
Pancasila sebagai dasar negara merupakan ruh bangsa Indonesia. Menjadi spirit dalam perjalanan sejarah. Karenanya dia harus dihidupi, diperbaharui, dan disempurnakan seiring tantangan dan semangat zamannya.
Cerminan Pancasila yang melekat dalam masyarakat Indonesia adalah sikap saling asah, saling asih, dan saling asuh. Menurut data World Giving Index 2023, Indonesia menduduki posisi tertinggi dengan skor indeks 68, dibuntuti oleh Ukraina di posisi kedua dengan skor 62, dan diikuti oleh Kenya di posisi ketiga dengan indeks 60. Sedangkan Myanmar yang notabene tetangga di kawasan Asia Tenggara berada di posisi ketujuh dengan skor indeks 57.
Data ini menunjukkan begitu tingginya empati, kolektivitas, dan semangat menebar kebaikan dalam masyarakat Indonesia. Sesuatu yang menjadi pembawaan lakon masyarakat kita.
Fenomena lain yang begitu jelas sebagai sesuatu yang empiris generasi saat ini adalah saat pandemi Covid-19. Di mana aksi sosial kemanusiaan menjamur di masyarakat kita. Tajuk rakyat bantu rakyat menggema di mana-mana. Dapur umum bertebaran dipelopori ragam komunitas, mereka berbagi makanan, masker, dan hand sanitizer. Penulis sendiri turut aktif mendirikan dapur umum hingga melakukan praktek urban farming untuk mempertebal jaring solidaritas di wilayah tinggal penulis, Petamburan.
Disadari atau tidak, Pancasila menjadi jiwa lakon masyarakat kita atau setidak-tidaknya hati kecil yang senantiasa berdetak dalam kesunyian dan kadang kala sayup-sayup. Seperti yang diungkapkan Bung Karno sendiri, “Saya bukanlah pencipta Pancasila, saya bukanlah pembuat Pancasila. Apa yang saya kerjakan tempo hari, ialah sekadar memformuleer perasaan-perasaan yang ada di dalam kalangan rakyat dengan beberapa kata-kata, yang saya namakan “Pancasila.”
Dalam kata lain, Pancasila ada dalam diri kita, tinggal bagaimana memformulasikan itu sebagai metodologi dalam berpikir dan bertindak.
Bersambung ke halaman selanjutnya –>