Oleh: Muhammad Haidar*
Sekelompok klub musik rock selancar asal Jatinangor, The Panturas, merilis ‘Jimat’ sebagai single keduanya yang kental bernuansa tradisional. Sebuah karya musik yang menyajikan rampai hikmah budaya Sunda dalam kemasan surf-rock. Sebagaimana Jimat, lirik-liriknya berisi mantra pegangan hidup bagi semua pendengarnya—dalam kehidupan dunia nyata yang penuh kebusukan ini.
Singe keduanya ini dirilis pada 25 Oktober 2024 dan telah tersedia di berbagai platform streaming digital. Menyusul single ‘Lasut Nyanggut’ yang dirilisnya lebih awal pada bulan yang sama. Nampaknya, langkah ini bentuk ikhtiar dari The Panturas yang sedang berimprovisasi dalam agenda besar peluncuran mini album yang berjudul ‘Galura Tropikalia’. Mungkin hal ini juga untuk menjawab desakan ABK (Anak Buah Kapal), sebutan fans Panturas, yang telah lama menunggu karya atau album terbaru mereka.
The Panturas kali ini menggandeng Doel Sumbang, musisi senior berdarah sunda, dalam penggarapan lagu Jimat. Raja Pop Sunda yang juga dikenal oleh lagu “Kalau bulan bisa ngomong” itu. Tentu hal ini bukan tanpa alasan. Dalam sebuah wawancara di Tonight Show (22/10/2022), Ijal, sang gitaris, mengakui keinginan kuatnya membuat kolaborasi musik dengan Doel Sumbang. Terlebih memang karena Ijal dan Kuya (sang drummer) mengidolakan Doel Sumbang sedari mereka kecil, sesuai ceritanya saat diwawancarai dalam kanal Youtube Podcast Belagu (10/11/2024). Telah lama berharap punya kesempatan kolaborasi musik dengan idola. Sehingga saat ada kesempatan, itu kesenangan bagi mereka, seperti senangnya seseorang yang berhasil mewujudkan impian.
Keberadaan Doel Sumbang justru memoles instrumen vokal lagu ini menjadi lebih berwibawa. Kuatnya karakter vokal Doel Sumbang yang berat itu dikawinkan lagu ini dengan warna suara Acin, sang vokalis, yang tengil dan energik namun magis. Menciptakan perpaduan vokal yang serasi dan hasil kerja yang apik.
Los Panturas Ent juga menghadirkan deretan nama yang mempermewah penggarapan single ‘Jimat’. Ada Rezki Delian sebagai juru tabuh instrument bonga, ada Panji Wisnu yang lama akrab dalam permainan keyboard dan synth bagi lagu-lagu The Panturas, juga Andri yang kali ini berperan mengolah tiup alat terompet pencak.
Menghadirkan instrumen torempet dalam single ‘Jimat’ dan single sebelumnya itu seolah memberikan dinding pemisah antara era lama dan baru pelayaran The Panturas. Alunan trompet pencak mengisi intro dan bagian kosong dalam tengah lagu. Membuatnya bertambah unik dan asyik. Dibanding karyanya yang lain—yang biasa dominan dengan raung gitar elektrik yang reverbish, ‘becek’ serupa bibir pantai yang didebur ombak.
Ihwal itu menandakan transformasi gaya bermusik The Panturas yang baru. Karya musiknya kini terdengar bercorak kearifan lokal, terkhusus budaya Pasundan tempat mereka lahir dan tumbuh besar. Lebih-lebih memperkuat identitas mereka yang menyebut diri dengan bangga sebagai ‘Nangorian Surf Rock”.
Lagu berdurasi tiga menit dua puluh empat detik ini nampaknya bermain penuh dengan pola akor minor dalam harmoninya. Memberikan kesan lebih mistis dan menyentuh pendengarnya lebih dalam. Suatu pendekatan yang tepat untuk menanamkan pesan sarat makna bagi pendengar.
Bersambung ke halaman selanjutnya –>